![10 Juta Gen Z Indonesia Nganggur: Istilah Khusus yang Menarik!](https://podme.id/wp-content/uploads/2025/02/10-Juta-Gen-Z-Indonesia-Nganggur-Istilah-Khusus-yang-Menarik.jpg)
Sepuluh juta anak muda Indonesia kini terperangkap dalam kondisi yang dikenal sebagai NEET (Not in Education, Employment, or Training). Istilah ini menggambarkan mereka yang tidak sedang bersekolah, bekerja, maupun mengikuti pelatihan. Fenomena ini mencerminkan tantangan yang serius dalam dunia kerja dan pendidikan di Indonesia, terutama bagi generasi Z yang berada dalam rentang usia 15 hingga 24 tahun.
Menurut data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 20,31% dari total Gen Z Indonesia terpengaruh oleh kondisi NEET pada tahun 2024. Angka ini melonjak menjadi 22,25% di pertengahan tahun, yang berarti hampir 10 juta anak muda tidak terlibat dalam pendidikan atau dunia kerja. Kekhawatiran pun muncul akan dampak negatif terhadap masa depan mereka sebagai motor penggerak ekonomi bangsa. Data ini menunjukkan bahwa Indonesia pernah mencatat angka NEET tertinggi di kawasan Asia Tenggara, menjadikannya masalah yang bukan hanya baru.
Angka NEET yang tinggi ini menjadi sorotan serius, mengingat berdasarkan statistik dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), pada tahun 2021, Indonesia mencatatkan angka NEET tertinggi di ASEAN. Meskipun pada tahun 2022 turun ke peringkat kedua, situasi ini tetap memerlukan perhatian khusus dari berbagai pihak terkait, baik pemerintah maupun sektor pendidikan.
Penting untuk dicermati bahwa angka NEET tak hanya tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia. Secara geografis, Papua Tengah mencatat provinsi dengan jumlah NEET tertinggi, mencapai angka 31,2%. Sebaliknya, Bali telah mencatat angka NEET terendah di Indonesia, yaitu 7,26%. Perbedaan signifikan ini mencerminkan kesenjangan ekonomi serta akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang sangat bervariasi di berbagai daerah.
Fenomena NEET ini pertama kali diidentifikasi di Inggris pada tahun 1999, dan sejak itu, istilah tersebut diadaptasi oleh banyak negara. Di Jepang, kondisi ini dikenal sebagai “hikikomori”, yang merujuk pada anak muda yang menarik diri dari kehidupan sosial dan ekonomi. Sementara di Spanyol, generasi ini disebut “generasi ni-ni”, yang merujuk pada anak muda yang tidak belajar maupun bekerja. Keduanya menggambarkan keadaan yang cermat dan memerlukan pemahaman serta penanganan yang lebih mendalam.
Melihat angka NEET yang masih tinggi di Indonesia, pemerintah dan pihak terkait diharapkan untuk merumuskan kebijakan yang lebih efektif. Upaya ini bisa dilakukan melalui pengembangan program pelatihan kerja, pendidikan vokasi, dan perluasan akses lapangan pekerjaan bagi anak muda. Inisiatif ini diharapkan dapat mengurangi pengangguran di kalangan generasi Z dan memberikan mereka jalan untuk berkontribusi kepada masyarakat.
Data menunjukkan bahwa kondisi NEET tidak hanya menyangkut aspek ekonomi saja, tetapi juga berdampak pada psikologis dan sosial generasi ini. Dampak jangka panjang dari ketidakaktifan ini dapat memunculkan tantangan baru bagi masa depan bangsa. Dengan demikian, perlunya kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan menjadi semakin mendesak agar generasi Z tidak hanya berpotensi tetapi juga dapat dioptimalkan dalam pembangunan nasional.
Sebagai penutup, kini menjadi tanggung jawab bersama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi generasi muda agar mereka dapat mengejar aspirasi dan memperbaiki masa depan. Pengurangan angka NEET seharusnya menjadi prioritas bagi semua pihak dengan harapan membangun Indonesia yang lebih makmur dan berkelanjutan.