Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia baru-baru ini mengamankan dua kapal ikan yang diduga terlibat dalam praktik penangkapan ikan ilegal di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 718, Laut Aru. Penangkapan ini merupakan langkah sigap dari pemerintah dalam menjaga keberlanjutan sumber daya kelautan dan melindungi nelayan yang taat hukum.
Menurut Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono, kedua kapal tersebut telah menjadi perhatian publik setelah keberadaannya memicu konflik dengan nelayan lokal. “Kedua kapal tersebut diduga sempat ramai diberitakan di media sosial, sebab kehadirannya memicu konflik di laut dengan para nelayan,” jelasnya.
Penangkapan dilakukan oleh kapal pengawas Hiu Macan 06 pada Rabu, 29 Januari, saat beroperasi di Laut Aru. Kapal-kapal yang diamankan, KM K 109 dan KM MAJ 21, masing-masing memiliki bobot 236 GT dan 250 GT. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kapal-kapal tersebut memiliki izin resmi menggunakan alat tangkap Jaring Hela Udang Berkantong (JHUB), tetapi telah melakukan modifikasi yang melanggar ketentuan.
Modifikasi yang dilakukan oleh kapal tersebut mencakup:
1. Mengecilkan mesh size bagian kantong jaring dari ketentuan yang seharusnya lebih dari 2 inci menjadi hanya 1,5 inci.
2. Tidak menggunakan Turtle Excluder Device (TED), yang seharusnya menjadi bagian dari alat tangkap untuk melindungi spesies penyu dari terperangkap.
3. Tidak menggunakan pemberat yang diharuskan dalam operasional alat tangkap tersebut.
Kondisi ini menunjukkan bahwa kapal-kapal tersebut tidak hanya melanggar ketentuan penggunaan alat tangkap, tetapi juga beralih fungsi dari yang seharusnya melakukan penangkapan udang menjadi lebih banyak menangkap ikan. Pung menambahkan, “Hasil pemeriksaan ikan yang ditangkap menunjukkan lebih banyak ikan daripada udang, sehingga kapal tersebut telah berfungsi sebagai kapal pukat ikan, bukan kapal yang menggunakan JHUB.”
Sebagai langkah tindak lanjut, Direktorat Jenderal PSDKP KKP akan memberikan sanksi administratif kepada pemilik kapal dan merekomendasikan kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap untuk meninjau kembali perizinan kapal-kapal tersebut. “Barang bukti yang diamankan mencakup dua unit kapal, alat penangkapan ikan, serta 60 anak buah kapal, termasuk enam orang asing sebagai fishing master,” ungkap Pug.
Saat ini, kedua kapal tersebut telah diamankan di Pangkalan PSDKP Tual untuk tindakan lebih lanjut. KKP juga mengimbau pelaku usaha di sektor perikanan untuk tidak mencoba melakukan modifikasi serupa pada alat tangkap yang mereka gunakan. Pung mengingatkan, “Kami akan memeriksa secara detail, tidak hanya dokumen izin tetapi juga spesifikasi alat tangkap yang digunakan.”
Kementerian juga merespons pelanggaran ini dengan penegakan hukum yang tegas. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Lotaria Latif, menegaskan bahwa mereka akan segera memproses pembekuan perizinan kedua kapal tersebut. “Kami akan tindak sesuai ketentuan dan proses pembekuan perizinannya,” ujar Latif, yang menekankan pentingnya compliance terhadap ketentuan peraturan.
Langkah ini sejalan dengan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, untuk mewujudkan kebijakan ekonomi biru yang mengutamakan keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya perikanan. Penerapan peraturan yang ketat mengenai penggunaan alat tangkap yang sesuai diharapkan dapat mencegah penangkapan ikan yang berlebihan yang dapat mengancam kelestarian ekosistem laut.
Dengan kasus ini, KKP menunjukkan komitmennya untuk tidak memberikan toleransi terhadap praktik illegal fishing serta melindungi nelayan yang mematuhi ketentuan. Upaya ini diharapkan dapat menciptakan kondisi perikanan yang berkeadilan dan berkelanjutan di Indonesia.