Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini membuat langkah mengejutkan dengan mengumumkan rencananya untuk membangun kembali Gaza, wilayah yang hancur akibat perang antara Israel dan Hamas. Dalam jumpa pers di dalam pesawat Air Force One pada Sabtu, 25 Januari 2025, Trump menegaskan keinginannya untuk melibatkan negara-negara Arab, seperti Mesir dan Yordania, dalam proyek ambisius ini. Pengumuman ini muncul di tengah situasi yang memprihatinkan bagi penduduk Gaza, yang telah mengalami kehancuran besar sejak konflik meletus pada Oktober 2023.
Perang tersebut telah meninggalkan Gaza dalam kondisi yang sangat buruk. Jutaan warga Gaza kini terpaksa hidup di tengah reruntuhan infrastruktur, tanpa akses memadai terhadap kebutuhan dasar, dan menghadapi krisis kemanusiaan yang semakin meluas. Meskipun rencana Trump terlihat menggugah, langkah ini juga menuai kritik tajam karena menyentuh isu sensitif terkait pemindahan warga Palestina ke wilayah lain.
Berikut adalah tiga fakta penting mengenai rencana Trump yang menarik perhatian global:
Pemindahan Warga Gaza ke Negara Tetangga
Dalam penjelasannya, Trump menyarankan agar Mesir dan Yordania mengambil alih tanggung jawab untuk menampung warga Palestina yang terpaksa meninggalkan Gaza. “Saya ingin Mesir menerima orang. Dan saya juga ingin Yordania menerima orang,” ungkap Trump dalam sebuah pernyataan. Menurutnya, dengan lebih dari 2,4 juta penduduk Gaza yang telah mengalami berbagai kali pengungsian akibat konflik, pemindahan ini bisa menjadi solusi, baik sementara maupun jangka panjang. Namun, saran ini direspons dengan rasa skeptis oleh banyak pihak yang melihatnya sebagai langkah yang berpotensi menambah ketegangan di kawasan.Gaza Berpotensi Menjadi Monaco Baru
Dengan optimisme yang tinggi, Trump berasumsi bahwa Gaza dapat dibangun kembali dengan lebih baik daripada Monaco, kawasan yang dikenal dengan kemewahan dan stabilitasnya. “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kami hanya membersihkan seluruh tempat itu. Anda tahu, selama berabad-abad telah terjadi banyak konflik di tempat itu,” tambahnya. Penyebutan Monaco menunjukkan ambisi yang besar, namun banyak yang meragukan apakah visi tersebut dapat terwujud mengingat tantangan yang dihadapi di lapangan, termasuk politik lokal dan kebutuhan mendesak warga Gaza.- Kritik dan Kenangan Nakba
Rencana Trump tidak lepas dari kritik karena dianggap mengingatkan pada Nakba, yaitu peristiwa pemindahan massal warga Palestina yang terjadi pada masa awal pembentukan negara Israel 75 tahun lalu. Kritikus berpendapat bahwa sugesti pemindahan ini bisa memperparah ketegangan yang sudah ada dan melanggar hak-hak asasi manusia. Menantu Trump, Jared Kushner, pernah juga mengusulkan ide serupa, yakni mengosongkan Gaza untuk memanfaatkan potensi pengembangan properti di tepi laut. Usulan tersebut menambahkan lapisan kompleksitas terhadap rencana rekonstruksi yang harus dihadapi.
Saat ini, tantangan yang dihadapi bukan hanya sekadar pembangunan fisik, tetapi juga pemulihan psikologis warga Gaza yang harus menghadapi trauma berkepanjangan akibat perang. Rencana rekonstruksi Trump menjadi subjek perdebatan karena memerlukan waktu bertahun-tahun dan sumber daya besar serta harus Pihak terkait harus mempertimbangkan dengan hati-hati dampak dari rencana tersebut, terutama terkait dengan kebutuhan mendesak yang dihadapi oleh warga Gaza. Sementara itu, krisis kemanusiaan tetap menjadi masalah yang sangat mendesak, dengan bantuan kemanusiaan yang masih sangat diperlukan untuk mengurangi penderitaan yang dirasakan oleh warga yang terjebak dalam konflik tersebut.