
Ancaman siber semakin meningkat, menuntut perhatian yang lebih dari berbagai sektor bisnis di Indonesia. Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh VIDA menunjukkan bahwa 84 persen bisnis di tanah air telah mengalami serangan phishing, yang merupakan salah satu bentuk penipuan siber yang paling umum dan merugikan. Temuan ini mencerminkan urgensi untuk meningkatkan sistem keamanan digital dalam menghadapi berbagai jenis ancaman yang kian canggih.
Studi dengan judul "Where’s The Fraud? The State of Authentication and Account Takeovers in Indonesia" mengungkapkan bahwa serangan phishing terkait erat dengan insiden keamanan lainnya, seperti penipuan melalui SMS OTP dan penggantian SIM yang tidak sah. Angka 84 persen ini menunjukkan bahwa ancaman siber bukan hanya sekadar isu teknis, tetapi telah menjadi masalah serius yang perlu dihadapi oleh semua pelaku usaha.
Selain itu, data menunjukkan bahwa 67 persen konsumen yang terlibat dalam berbagai transaksi digital juga mengalami kejadian transaksi tidak sah di akun mereka. Fenomena ini semakin memperlihatkan betapa rentannya data pribadi di era digital saat ini. Keamanan transaksi online menjadi tantangan besar, terutama ketika 98 persen bisnis menghadapi masalah terkait autentikasi. Namun, meskipun ancaman ini mengintai, hanya 9 persen perusahaan yang mengambil langkah untuk mengadopsi metode keamanan yang lebih kuat.
Niki Luhur, Founder dan Group CEO VIDA, menegaskan bahwa hasil studi ini menggarisbawahi betapa pentingnya perlindungan konsumen di dunia digital. Ia menjelaskan bahwa perlindungan tersebut tidak dapat dilakukan secara parsial. "Perlindungan harus menyeluruh, mencakup berbagai potensi ancaman seperti penipuan kecerdasan buatan (AI), deepfake, dan Account Takeover (ATO)," ujarnya. Hal ini menuntut kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan individu untuk membangun ekosistem yang lebih aman.
Berikut adalah beberapa poin penting terkait ancaman siber di Indonesia:
Tinggiya Risiko Serangan: 84 persen bisnis mengalami serangan phishing, menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan sedang dalam risiko tinggi terhadap penipuan digital.
Pengalaman Konsumen: 67 persen konsumen mendapati transaksi tidak sah di akun digital mereka, menunjukkan bahwa ancaman ini tidak hanya mempengaruhi bisnis tetapi juga individu.
Tantangan Autentikasi: Sebanyak 98 persen bisnis menghadapi kesulitan dalam mengelola autentikasi yang aman, menyoroti lemahnya sistem keamanan yang ada.
Langkah Keamanan yang Minim: Hanya 9 persen perusahaan yang mengadopsi langkah-langkah keamanan yang lebih kuat, yang menunjukkan perlunya peningkatan kesadaran dan tindakan di kalangan bisnis.
- Keterlibatan Multipihak: Ancaman siber bukan hanya tanggung jawab dari satu pihak, tetapi memerlukan kerjasama antara berbagai sektor dan pemangku kepentingan.
Dalam era di mana teknologi digital menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, ancaman seperti phishing dan penipuan lainnya berpotensi merugikan ekonomi dan kepercayaan konsumen. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi dan internet, meningkat pula kesempatan bagi pelaku kejahatan siber untuk mengeksploitasi kelemahan dalam sistem keamanan. Hal ini menggarisbawahi pentingnya edukasi dan pelatihan tentang praktek keamanan yang baik bagi karyawan dan konsumen.
Semua pihak perlu melakukan langkah pereventif yang proaktif untuk melindungi data dan privasi mereka. Investasi dalam teknologi keamanan, pelatihan karyawan di bidang keamanan siber, serta kesadaran masyarakat akan potensi ancaman digital adalah kunci untuk menghadapi ancaman yang semakin canggih ini. Ke depan, diharapkan aplikasi keamanan yang lebih inovatif dapat diciptakan untuk menjawab tantangan yang ada dan memberikan perlindungan maksimal dalam bertransaksi di lingkungan digital.