
Industri fintech di Indonesia terus berupaya memerangi pinjaman online (pinjol) ilegal melalui penguatan literasi keuangan. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menjadikan literasi dan edukasi finansial sebagai fokus utama, sejalan dengan regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengharuskan penyelenggara fintech untuk menyelenggarakan program edukasi minimal empat kali dalam setahun. Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan OJK No. 3 dan No. 22 tahun 2023.
Ketua Bidang Edukasi, Literasi, dan Riset AFPI, Marcella Wijayanti, menyatakan bahwa upaya edukasi ini wajib dilakukan oleh semua perusahaan fintech P2P lending untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap produk keuangan yang ditawarkan. “Pada 2024, AFPI telah terlibat dalam lebih dari 541 forum dan kegiatan strategis, berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan,” ungkap Marcella dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XI DPR RI pada 12 Maret 2025.
Sepanjang 2024, AFPI mencatat lebih dari 800 liputan media tentang industri P2P lending, menandakan intensitas perhatian publik terhadap isu ini. Salah satu inisiatif yang diambil adalah kampanye nasional bertajuk Gencarkan Cerdas Keuangan, yang mencakup 3.692 kegiatan edukasi dengan 1.461.089 peserta. Dalam kampanye ini, 3.637 kegiatan berfokus pada P2P lending konvensional, sementara 55 kegiatan lainnya menyasar P2P lending syariah.
Ketua Umum AFPI, Entjik E. Djafar, menegaskan pentingnya edukasi dalam memberantas keberadaan pinjol ilegal. “Kami memusuhi pinjol ilegal. Edukasi literasi program kita adalah bagian dari upaya ini,” ujarnya. Entjik juga mengingatkan bahwa penggunaan pinjaman harus dihindarkan dari perjudian online, sebuah isu yang selama ini menjadi perhatian khusus di kalangan regulator dan pelaku industri.
Meskipun terdapat kemajuan, program edukasi melalui kampanye Gencarkan belum mencakup seluruh wilayah Indonesia. Saat ini, hanya 6,23% daerah yang terjangkau, yaitu 32 dari 514 kabupaten/kota. Wilayah Maluku dan Papua masih menjadi tantangan tersendiri. Menanggapi keterbatasan ini, Entjik berjanji untuk memperluas jangkauan edukasi fintech. “Kami sudah melakukan program literasi di beberapa daerah dan akan melanjutkan di Ambon dan Sulawesi,” tambahnya.
Dari segi pertumbuhan industri, pencapaian pembiayaan P2P lending per Januari 2025 menunjukkan angka positif dengan pertumbuhan 29,94% year on year (YoY), mencapai Rp78,50 triliun. Meskipun demikian, penting juga untuk memperhatikan risiko yang ada. Tingkat kredit macet (TWP90) berfluktuasi di angka stabil 2,52%, menunjukkan bahwa meskipun pertumbuhan signifikan, industri masih harus waspada terhadap kemungkinan risiko keuangan.
Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan, AFPI berkomitmen untuk melanjutkan upaya edukasi. Tindakan ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat pada pinjol ilegal dan mendorong mereka untuk memanfaatkan layanan keuangan yang resmi dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam era digital ini, penguatan literasi keuangan menjadi elemen kunci dalam menciptakan masyarakat yang cerdas dan terinformasi dalam mengambil keputusan finansial.
Dengan terus melanjutkan penyuluhan dan kampanye edukasi, AFPI berharap dapat mendorong masyarakat untuk lebih memahami tata kelola keuangan, serta menggunakan produk keuangan secara bijak dan aman. Upaya ini tidak hanya membantu mengatasi masalah pinjol ilegal tetapi juga dapat meningkatkan inklusi keuangan di seluruh Indonesia.