Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono, atau biasa disapa AHY, secara terbuka mengungkapkan pandangannya mengenai masalah yang tengah mengemuka terkait kasus pagar laut dan sertifikat tanah di sejumlah daerah di Indonesia. Dalam pernyataannya di Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat, pada Kamis (6/2/2025), AHY menekankan pentingnya tindak lanjut yang tegas dan sesuai aturan terkait persoalan ini.
AHY menjelaskan bahwa ia telah meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk menyikapi masalah ini secara serius. Menurutnya, sertifikat yang dikeluarkan untuk lahan yang kini menjadi perairan harus ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan yang ada. "Sesuaikan dengan aturan, harus tegas. Saya sudah sampaikan ke Kementerian ATR/BPN agar menindaklanjuti secara tegas sesuai aturan yang berlaku," ungkap AHY.
Kasus pagar laut ini mencuat setelah terungkapnya status sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di wilayah pesisir yang kini sebagian besar berupa perairan. Berdasarkan data yang dihimpun, terdapat temuan dari pemerintah terkait 263 SHGB dan 17 SHM di wilayah pagar laut Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, yang mencakup lebih dari 410 hektare. Dari total tersebut, 234 bidang dipegang oleh PT Intan Agung Makmur, sementara 20 bidang lainnya di atas nama PT Cahaya Inti Sentosa.
Berikut adalah beberapa poin penting terkait masalah pagar laut dan sertifikat yang terbit di perairan:
-
Luas Terkait Pagar Laut: Pagar laut yang terungkap membentang di sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang, yang melibatkan dua perusahaan besar dengan hubungan langsung pada konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan.
-
Reklamasi dan Proyek Strategis: Agung Sedayu Group, yang berkolaborasi dengan Salim Group, telah mengembangkan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang berdekatan dengan titik awal pagar laut. Mereka juga merencanakan pembangunan PIK Tropical Coastland.
-
Kasus Lain di Wilayah Pesisir: Selain di Tangerang, kasus serupa juga ditemukan di daerah pesisir utara Kabupaten Bekasi, dengan sertifikat yang dihasilkan untuk wilayah reklamasi seluas 2,5 hektare milik PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN).
-
Penyalahgunaan Sertifikat: Terdapat laporan mengenai pencatutan ratusan nama warga Subang untuk penerbitan sertifikat tanah dalam program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) di tahun 2021.
- Sertifikat di Wilayah Lain: Di luar Pulau Jawa, sebaran SHGB juga tercatat di perairan Makassar dengan luas 23 hektare, yang menurut laporan diterbitkan sejak 2015.
AHY mengaku sangat prihatin atas situasi ini. Dengan adanya laporan langsung dari kementerian terkait, diharapkan evaluasi menyeluruh dapat dilakukan untuk menyelamatkan hak rakyat atas lahan yang seharusnya bukan untuk kepentingan pribadi dan perusahaan. Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Triadi Machmudin, juga mempertegas dukungannya untuk mencabut dokumen dan pemasangan pagar di laut yang bertentangan dengan hukum. Bey berjanji akan menyediakan data yang diperlukan untuk memudahkan penarikan keputusan tersebut.
Dalam pernyataannya, Bey juga menekankan bahwa setiap tindakan terkait pencabutan izin harus mematuhi hukum agar tidak menimbulkan konflik yang lebih besar di kemudian hari. "Sertifikat kan di BPN. Semuanya yang bertentangan dengan hukum harus dievaluasi atau ditarik," ujar Bey.
Dengan pendekatan yang tegas dari pemerintah dan dukungan penuh dari pihak berwenang, diharapkan masalah pagar laut ini dapat diselesaikan secara adil dan transparan, serta melindungi hak-hak masyarakat yang terdampak.