Dunia

Amerika Serikat Sita Pesawat Kepresidenan Maduro, Ada Apa?

Pemerintah Amerika Serikat kembali membuat langkah signifikan terhadap Venezuela dengan menyita pesawat kepresidenan yang digunakan oleh Presiden Nicolas Maduro. Pesawat model Dassault Falcon 200EX dengan nomor ekor YV-3360 disita pada Kamis, 6 Februari 2025, di Bandara Santo Domingo, Republik Dominika. Ini merupakan penyitaan kedua yang dilakukan oleh AS setelah sebelumnya pada bulan September tahun lalu menyita pesawat lainnya yang terkait dengan pemerintah Venezuela.

Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengawasi langsung proses penyitaan dan menempelkan surat penyitaan di pintu pesawat. Edwin Lopez, seorang diplomat AS yang berada di Santo Domingo, menyatakan bahwa kedua pesawat tersebut digunakan oleh pejabat tinggi Venezuela untuk perjalanan resmi, dan bahwa pesawat yang disita sebelumnya telah diterbangkan ke Florida.

Pesawat yang baru disita ini telah berada di Santo Domingo sejak April 2024. Rubio, yang sedang melakukan kunjungan perdana sebagai Menlu, menjelaskan bahwa tindakan penyitaan dilakukan berdasarkan sanksi yang diberlakukan oleh pemerintah AS terhadap Venezuela. “Pesawat ini berfungsi sebagai bagian dari fasilitas untuk para pejabat Venezuela, dan kini telah kami sita untuk kepentingan keamanan nasional,” ujar Rubio.

Dari informasi yang diperoleh, kedua pesawat tersebut tidak hanya dianggap sebagai alat transportasi, tetapi juga menjadi sumber intelijen yang berharga. Lopez menambahkan bahwa penyitaan ini memungkinkan mereka untuk mengakses daftar anggota Angkatan Udara Venezuela dan berbagai data penting lainnya, termasuk identitas pribadi para pejabat dan rincian penerbangan. “Secara kolektif, kedua pesawat itu memberi kita harta karun intelijen,” katanya.

Di balik penyitaan ini, terdapat sejarah mengenai pemilikan pesawat tersebut. Venezuela membeli pesawat itu pada tahun 2017 dengan nama perusahaan minyak negara, PDVSA. Namun, setelah sanksi yang dijatuhkan AS kepada PDVSA, pesawat tersebut tetap dirawat menggunakan suku cadang dari Amerika, yang merupakan pelanggaran terhadap hukum kendali ekspor dan sanksi AS. Hal ini memicu tindakan tegas dari pemerintah AS terhadap aset-aset yang berkaitan dengan Maduro dan rezimnya.

Sanksi yang dijatuhkan oleh AS terhadap Venezuela bertujuan untuk menekan kekuasaan Maduro yang dianggap tidak sah dan berulang kali dituduh melanggar hak asasi manusia. Beberapa waktu lalu, AS bahkan mengumumkan sayembara hadiah mencapai Rp400 miliar bagi siapa saja yang dapat memberikan informasi untuk menangkap Maduro, menekankan betapa seriusnya pemerintah AS dalam isu ini.

Belum ada komentar resmi dari pemerintah Venezuela terkait penyitaan terbaru ini. Namun, tindakan AS ini sekali lagi mencerminkan ketegangan yang sedang berlangsung antara kedua negara. Pasalnya, pemerintah Venezuela terus menuduh bahwa AS berupaya merusak kedaulatan negara mereka melalui berbagai tindakan termasuk keterlibatan CIA.

Langkah penyitaan ini tentunya akan memicu reaksi dari berbagai pihak termasuk masyarakat internasional yang memperhatikan perkembangan di kawasan. Penggunaan sanksi sebagai alat diplomasi oleh AS menunjukkan keputusan yang penuh risiko mengingat dampak yang mungkin timbul, tidak hanya bagi hubungan bilateral, tetapi juga stabilitas di kawasan yang lebih luas.

Kedepannya, dengan adanya akses ke intelijen yang diperoleh dari penyitaan pesawat, AS mungkin akan memperkuat strategi untuk menghadapi Venezuela, yang menambah kompleksitas pada situasi yang sudah sangat rumit di negara tersebut. Ini menciptakan tantangan bagi pemerintah Maduro, yang saat ini berjuang untuk mempertahankan kekuasaan di tengah krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.

Guntur Wibowo adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button