
Ketegangan yang terus meningkat di Laut Cina Selatan menjadikan kawasan ini semakin rawan konflik, terutama seiring dengan pengembangan kapal selam nuklir baru oleh China. Kapal selam yang dikenal sebagai Type-094A Jin Class ini dirancang untuk mengimbangi sistem pertahanan rudal AS, khususnya rudal Typhoon yang kini ditempatkan di Filipina. Langkah ini diprediksi akan memperburuk hubungan antara kedua kekuatan besar dan berpotensi memicu konflik global yang lebih luas.
Dalam laporan terbaru yang dipublikasikan oleh majalah militer semi-resmi China, Naval & Merchant Ships, disebutkan bahwa kapal selam baru ini memiliki kapabilitas luar biasa dengan persenjataan rudal hipersonik berpadu dengan hulu ledak nuklir. Rencana pengembangan kapal selam ini dilaporkan tengah dilaksanakan di salah satu galangan kapal di Wuhan. Meskipun demikian, informasi resmi dari Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) mengenai status pengembangan kapal selam ini masih minim, sehingga menimbulkan spekulasi di kalangan para ahli keamanan internasional.
Beberapa fitur utama dari kapal selam baru ini meliputi:
- Rudal Hipersonik: Kapal selam ini dilengkapi dengan rudal YJ-21 yang mampu menembus target hingga jarak 1.500 hingga 2.000 kilometer dengan kecepatan mencapai Mach 10. Ini menjadikan kapal selam tersebut sebagai alat serangan yang sangat mematikan.
- Sistem Peluncuran Vertikal: Fitur ini mempermudah peluncuran berbagai jenis rudal dalam situasi tempur, meningkatkan fleksibilitas operasi militer.
- Propulsi Udara Independen (AIP): Teknologi ini memungkinkan kapal selam untuk bertahan lebih lama di bawah air tanpa perlu muncul ke permukaan, meningkatkan elemen kejutan dalam serangan.
Filipina, dalam upayanya mempertahankan integritas wilayahnya, telah meminta China untuk menjauh dari perairan yang dianggap sebagai bagian dari laut Filipina Barat. Namun, meskipun permintaan ini disampaikan oleh Menteri Pertahanan Filipina, langkah agresif China seperti peluncuran uji coba rudal antarbenua dari provinsi Hainan menunjukkan bahwa Beijing tidak berniat mundur dari area tersebut.
Menanggapi situasi tersebut, pada Mei 2024, Amerika Serikat mengerahkan peluncur rudal Patriot yang jauh lebih canggih di Filipina. Sistem ini mampu mencegat rudal hipersonik, yang sangat penting dalam menjaga keamanan Filipina sebagai mitra strategis AS. Namun, ancaman terhadap keamanan yang ditimbulkan oleh kapal selam nuklir China terus meningkat, menunjukkan bahwa stabilitas kawasan ini semakin sulit tercapai.
Menurut laporan dari South China Sea Strategic Situation Probing Initiative (SCSPI), kehadiran kapal selam AS di Laut Cina Selatan pada 2023 mencapai 11 kapal selam nuklir dan 2 kapal selam rudal balistik. Hal ini menunjukkan kekhawatiran AS akan agresi laut China serta peningkatan eksistensi militer di kawasan yang kaya sumber daya alam ini.
Kapal selam init juga berfungsi sebagai pencegah strategis terhadap potensi serangan kelompok penyerang kapal induk dan juga pangkalan militer musuh. Kebijakan maritim China yang meliputi sembilan garis putus-putus menciptakan kerumitan baru dalam konflik teritorial yang melibatkan negara-negara seperti Brunei, Vietnam, Indonesia, dan Malaysia, yang masing-masing memiliki klaim atas sebagian wilayah tersebut.
Seiring dengan kebangkitan kembali kekuatan politik Donald Trump di AS, ketegangan di Laut China Selatan berpotensi meningkat lebih lanjut, dengan risiko kesalahan kecil yang dapat memicu konflik berskala besar. Situasi ini memerlukan perhatian serius dari Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. dan pemimpin dunia lainnya untuk mencegah ketegangan yang tidak terkendali, yang bisa mengarah pada perang terbuka antara dua kekuatan besar.