Bisnis

Ancaman Trump Sering Umbar, Dedolarisasi Makin Menggeliat!

Ancaman yang dilontarkan Presiden AS, Donald Trump, terkait dedolarisasi semakin menambahkan bahan bakar bagi keinginan negara-negara anggota BRICS dan lainnya untuk meninggalkan penggunaan dolar AS. Dalam beberapa tahun terakhir, aliansi BRICS, yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, telah aktif mendorong gerakan dedolarisasi dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pada mata uang AS. Dalam perspektif ini, banyak ekonom berpandangan bahwa penyataan Trump justru akan memperkuat keputusan tersebut.

Sejak dilantik, Trump telah mengeluarkan serangkaian ancaman terkait tarif yang bisa berimplikasi pada strategi dedolarisasi yang telah dijalankan oleh negara-negara non-Barat. Menurut para ahli, tindakan-tindakan tersebut tidak hanya merugikan hubungan internasional, tetapi juga mendorong negara-negara untuk mencari alternatif di luar dolar. Kenneth Rogoff, ekonom Universitas Harvard, dalam sebuah laporannya di Forum Ekonomi Dunia di Davos, menekankan bahwa ancaman dari Trump dapat mendorong negara-negara untuk mempercepat diversifikasi mata uang.

“Jika Anda terancam, itu akan memperkuat insentif bagi orang-orang untuk mencari alternatif,” ujar Rogoff. Pandangannya diperkuat oleh Raghuram Rajan, profesor keuangan Universitas Chicago, yang percaya bahwa reaksi Trump terhadap situasi ini adalah langkah yang prematur dan tidak berdasarkan fakta yang ada.

Keberadaan dolar AS sebagai mata uang cadangan global dalam banyak hal terlihat stabil, namun ancaman yang terus menerus dikeluarkan pemerintah AS dapat mengubah persepsi negara-negara lain. Berikut beberapa poin yang diungkapkan oleh para ahli terkait dampak ancaman Trump terhadap dedolarisasi:

  1. Ancaman Memicu Diversifikasi: Ancaman yang berlarut-larut dapat mendorong negara-negara untuk lebih aktif mengeksplorasi dan berinvestasi dalam mata uang alternatif yang bisa memberi stabilitas dan keamanan.

  2. Dolar AS Sudah Over Value: Banyak ekonom berpendapat bahwa dolar sudah mengalami pengalihan nilai dan perubahan pasar yang tidak menguntungkan, mempercepat keinginan negara-negara untuk mengurangi ketergantungan pada sistem keuangan yang berbasis dolar.

  3. Sanksi sebagai Senjata: Penggunaan sanksi ekonomi oleh AS yang sering melibatkan dolar menambah alasan bagi negara-negara untuk merencanakan strategi keuangan mereka tanpa bergantung pada mata uang AS.

  4. BRICS Memimpin Gerakan: Dengan tekstur ekonomi yang beragam, BRICS memiliki potensi untuk mempercepat gerakan ini dengan mengembangkan kerjasama ekonomi yang tidak melibatkan dolar.

  5. Resonansi Global: Pihak-pihak internasional yang fokus pada stabilitas keuangan cenderung mendukung dedolarisasi, mendengar dari kekecewaan terhadap kebijakan yang dianggap merugikan dari AS.

Saat ini, dengan serangkaian tantangan yang dihadapi pasar dolar, serta ketidakpastian politik dan ekonomi global, langkah-langkah untuk dedolarisasi semakin dikedepankan. Dalam pandangan jangka panjang, langkah-langkah ini bisa berujung pada sistem moneter yang lebih terdesentralisasi dan beragam.

Dengan menggunakan malapetaka yang mungkin ditimbulkan oleh kebijakan AS, negara-negara BRICS dan lainnya dapat mengembangkan kerjasama baru dan lebih mandiri dalam perdagangan internasional. Ancaman Trump bukan hanya sekadar retorika politik, tetapi juga menjadi pendorong untuk penemuan solusi alternatif dalam sistem keuangan global. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang masa depan dolar AS dan struktur moneter internasional yang selama ini mengandalakannya.

Rina Lestari adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button