Bisnis

Anggaran Kemenpar Dipangkas, Wisman Tak Tercapai? Ini Dampaknya!

Pemangkasan anggaran yang dialami Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menjadi sorotan utama bagi industri pariwisata nasional. Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) menyatakan kekhawatiran bahwa pengurangan anggaran ini dapat mempengaruhi pencapaian target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang ditetapkan untuk tahun 2025 sebanyak 16 juta orang.

Anggaran Kemenpar untuk tahun 2025 dipangkas sekitar 40% dari pagu yang sebelumnya disepakati, yaitu sebesar Rp 1,4 triliun. Sekretaris Jenderal DPP Asita, Budianto Ardiansyah, menekankan bahwa pemangkasan anggaran ini akan berdampak signifikan terhadap promosi pariwisata. Menurutnya, tanpa dukungan anggaran yang memadai, Kemenpar akan kesulitan untuk mempromosikan destinasi wisata Indonesia secara optimal.

"Dari target 16 juta wisatawan pada 2025, kami di Asita tetap berharap bisa tercapai semuanya. Kita sebagai asosiasi dan industri wisata dengan bantuan atau tanpa bantuan pemerintah, tetap harus melakukan promosi pariwisata," ungkap Budianto saat berbincang dengan Podme.id. Namun, ia kembali menegaskan pentingnya dukungan pemerintah untuk biaya promosi agar sektor pariwisata dapat bergerak lebih efektif demi mencapai target tersebut.

Ada beberapa isu penting yang muncul seiring dengan pemangkasan anggaran Kemenpar:

  1. Kontradiksi dalam Kebijakan: Terdapat kontradiksi yang mencolok antara peningkatan target kunjungan wisman dengan pengurangan anggaran. Pemerintah menargetkan 16 juta wisman pada 2025, tetapi justru mengurangi dana yang seharusnya digunakan untuk mendukung pencapaian target tersebut.

  2. Dampak pada Sektor Jasa Wisata: Pemangkasan anggaran ini tentunya akan merugikan sektor jasa perjalanan wisata yang menjadi tulang punggung perekonomian banyak daerah. Mereka yang tergantung pada pariwisata kini harus menghadapi tantangan lebih besar untuk bertahan.

  3. Efiisiensi Penggunaan Anggaran: Meskipun Asita mendukung upaya pemerintah untuk melakukan efisiensi anggaran, mereka berharap pemotongan yang dilakukan dapat digunakan secara strategis dan tepat sasaran agar tidak sia-sia.

  4. Urgensi Promosi: Promosi dianggap sebagai langkah yang krusial untuk meningkatkan citra pariwisata Indonesia di kancah internasional. Tanpa adanya strategi promosi yang kuat, pencapaian target kunjungan wisman menjadi semakin sulit.

Dalam situasi ini, Budianto mencemaskan keberlanjutan promosi pariwisata yang tidak hanya perlu dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga oleh pelaku industri itu sendiri. “Jika anggaran dipangkas, kami bertanya-tanya, apakah Kemenpar masih bisa menjalankan program promosi secara efektif?” ujarnya.

Ketidakpastian dan tantangan ini mungkin membuat banyak pelaku industri pariwisata berusaha lebih keras dalam memasarkan destinasi mereka. Sebagai respons, mereka harus menggandeng kerjasama dengan instansi lain serta menggunakan strategi pemasaran alternatif, seperti digital marketing dan kerjasama dengan influencer untuk menarik wisman.

Melihat kembali dari keterangan Asita, terlihat jelas bahwa keberlangsungan pariwisata Indonesia sangat bergantung pada kebijakan anggaran dari pemerintah. Tanpa dukungan yang nyata, target yang dicanangkan bukan hanya sekadar angka, tetapi berpotensi menjadi harapan yang tidak terwujud. Sektor pariwisata, yang telah menunjukkan potensi pertumbuhan signifikan, membutuhkan perhatian yang lebih serius agar dapat terus berkontribusi pada perekonomian nasional, serta menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Ke depan, penting untuk menciptakan kolaborasi dan dukungan berkelanjutan antara pemerintah dan komponen industri untuk memastikan pariwisata Indonesia tetap bersaing di level global.

Rina Lestari adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button