
Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat kini tengah fokus mengusut dugaan korupsi dalam proyek pengadaan barang dan jasa Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Kasus ini melibatkan anggaran sebesar Rp 958 miliar untuk periode 2020-2024 yang dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Kasus ini mengundang perhatian karena menyangkut pengelolaan infrastruktur data penting bagi pemerintah, yang berpotensi berdampak besar pada layanan publik.
Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) merupakan fasilitas penyimpanan data yang dirancang untuk mengelola informasi dari berbagai instansi pemerintah, termasuk lembaga dan pemerintah daerah. PDNS berfungsi sebagai pusat penyimpanan data yang aman dan terorganisir, mendukung keterhubungan antar pemerintah pusat dan daerah, serta memastikan kelancaran layanan publik. Sumber data sensitif yang dikelola melalui PDNS mencakup Kartu Tanda Penduduk (KTP), nomor rekening, dan data pribadi lainnya.
Vendor yang terlibat dalam proyek pengelolaan PDNS termasuk Telkom Sigma dan Lintasarta. Namun, masalah muncul ketika dugaan korupsi terungkap, menyebabkan serangan siber yang parah pada sistem PDNS. Pada bulan Juni 2024, sistem PDNS 1 mengalami serangan ransomware yang mengakibatkan kunci data pribadi masyarakat dan mengganggu berbagai layanan publik. Ketidaktersediaan backup data membuat pemulihan operasional menjadi lambat, menciptakan kerugian bagi masyarakat.
Kementerian Komdigi melaporkan bahwa pada akhir periode pemerintahan lalu, terdapat kekurangan anggaran untuk mengoperasikan PDNS dari bulan Oktober hingga Desember 2024. Dalam rapat dengan Komisi I DPR, Kementerian menegaskan bahwa pihaknya telah mengatasi masalah tersebut dan PDNS 1 dinyatakan pulih 100%.
Tanggapan dari Kementerian Komdigi menunjukkan komitmen mereka untuk mendukung proses penegakan hukum. Sekretaris Jenderal Komdigi, Ismail, menyatakan bahwa kementerian siap bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Kejari. Ia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek PDNS, yang bertujuan untuk memperkuat infrastruktur data nasional dan mendukung transformasi digital Indonesia, khususnya dalam aspek keamanan data dan efisiensi layanan publik.
Dalam hal ini, Kejari Jakarta Pusat menjelaskan bahwa dugaan korupsi ini bermula pada tahun 2020 saat pengadaan PDNS dilakukan. Pihak kejaksaan menyebut adanya dugaan pengkondisian pemenang kontrak antara pejabat Kominfo dan pihak swasta, yaitu PT Aplikanusa Lintasarta. Mencermati hal ini, Lintasarta mengungkapkan bahwa mereka menghormati proses penyelidikan yang sedang berlangsung dan siap memberikan informasi yang diperlukan untuk mendukung proses hukum.
Dari perspektif yang lebih luas, pengelolaan data dan infrastruktur informasi pemerintah sangat krusial di era digital saat ini. Berbagai tantangan, termasuk serangan siber dan potensi korupsi, menunjukkan perlunya pengawasan yang ketat dan sistem pengelolaan yang lebih transparan dalam proyek-proyek pemerintah. Dalam konteks ini, sinergi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah dan sektor swasta, menjadi kunci untuk memastikan integritas dan keamanan data nasional.
Kasus PDNS ini bukan hanya mencerminkan perlunya perbaikan dalam mekanisme pengadaan publik tetapi juga menyoroti tantangan yang dihadapi dalam pengamanan data pemerintah. Dengan semakin banyaknya informasi sensitif yang dikelola secara digital, langkah-langkah proaktif untuk menangani dan melindungi data menjadi sangat penting. Penegakan hukum yang tegas dan transparan akan menjadi langkah awal yang penting dalam memulihkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan data pemerintah.