
Pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump akan memulai pembicaraan penting dengan Arab Saudi terkait potensi kerja sama dalam teknologi nuklir. Menteri Energi AS, Chris Wright, mengungkapkan bahwa perundingan ini bertujuan untuk memberikan akses kepada Arab Saudi terhadap teknologi nuklir AS serta mengenai pengayaan uranium. Pembicaraan berlangsung menjelang kunjungan Presiden Trump ke Arab Saudi yang diharapkan dapat memperkuat hubungan bilateral antara kedua negara.
Dikatakan oleh Wright dalam pernyataannya, diharapkan perjanjian kerja sama energi yang lebih luas akan segera ditandatangani, dengan kesepakatan khusus mengenai teknologi nuklir menyusul dalam waktu beberapa bulan mendatang. “Saya pikir dalam jangka pendek, kita akan menandatangani perjanjian yang lebih luas tentang kerja sama di seluruh sektor energi dalam bentuk kemitraan, investasi, dan investigasi. Nuklir tentu saja salah satu bidang tersebut,” ujarnya, seperti dilansir dari Al Arabiya News.
Wright juga menambahkan bahwa untuk mencapai kesepakatan yang lebih spesifik dalam bermitra untuk pengembangan program nuklir komersial di Arab Saudi, proses tersebut tidak akan cepat, melainkan memakan waktu beberapa bulan ke depan. Mengacu pada kerangka hukum yang ada, setiap kesepakatan nuklir yang akan dijalin antara AS dan Arab Saudi harus mencakup penandatanganan “Perjanjian 123.” Perjanjian ini merupakan bagian dari Undang-Undang Energi Atom AS yang dirancang untuk mencegah agar kerja sama nuklir sipil tidak berkontribusi terhadap proliferasi senjata.
Wright menegaskan betapa pentingnya perjanjian ini, “Tidak akan terjadi tanpa kesepakatan itu. Kita memerlukan kesepakatan 123 dan kerangka kerja yang lebih luas serta spesifik tentang bagaimana kita akan bekerja sama dan bagaimana segala sesuatunya akan berjalan.”
Arab Saudi sendiri telah lama menginginkan bantuan dari AS dalam mengembangkan program energi nuklir mereka. Hal ini merupakan bagian dari upaya kerajaan untuk mendiversifikasi ekonominya yang selama ini sangat bergantung pada minyak. Namun, negosiasi sebelumnya terhenti akibat keraguan Arab Saudi untuk menyetujui persyaratan-pernyataan ketat yang ditetapkan oleh AS, yang bertujuan untuk mencegah pengembangan senjata nuklir.
Sementara itu, kunjungan Trump ke Arab Saudi yang direncanakan bulan depan dipandang sebagai sebuah sinyal untuk memperdalam hubungan strategis dan memperluas kerja sama ekonomi dengan negara-negara di kawasan Teluk. Kunjungan ini diperkirakan akan menjadi momentum penting bagi dua negara untuk berkolaborasi lebih lanjut dalam sektor energi, termasuk teknologi nuklir.
Menghadapi meningkatnya kompetisi dalam pengembangan energi nuklir secara global, kesepakatan antara AS dan Arab Saudi dapat menjadi langkah strategis bagi kedua belah pihak. Bagi AS, ini adalah kesempatan untuk memperkuat posisi mereka di kawasan yang dipenuhi potensi energi besar, sedangkan bagi Arab Saudi, ini dapat menjadi langkah krusial untuk mencapai target diversifikasi ekonomi pasca-minyak.
Kesepakatan ini, jika tercapai, tidak hanya akan menguntungkan dalam aspek teknologi tetapi juga berpotensi mengubah dinamika geopolitik di Timur Tengah. Akan tetapi, tantangan tetap ada, dengan banyak pihak yang memperhatikan kepastian bahwa kerja sama ini tidak akan mengarah pada proliferasi senjata, yang selama ini menjadi fokus pengawasan internasional. Upaya kedua negara dalam menjalin kerjasama nuklir ini tentunya akan menjadi sorotan penting di panggung global dan mempengaruhi kebijakan energi di masa depan.