
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan pada 9 Februari lalu bahwa pemerintah akan menghentikan produksi uang koin, khususnya koin pecahan 1 sen (penny) dan 5 sen (nikel). Pengumuman tersebut mencuat setelah semakin tingginya biaya produksi yang mengejutkan. Dalam pernyataannya, Trump menyoroti bahwa biaya untuk mencetak satu koin kini jauh lebih tinggi daripada nilai nominalnya, menciptakan perluasan kekhawatiran akan efisiensi sistem moneter.
Menurut data dari Departemen Keuangan AS yang dirilis pada Desember 2024, biaya untuk mencetak dan mendistribusikan satu koin penny selama tahun fiskal 2024 mencapai hampir 4 sen. Sementara itu, untuk koin nikel, biayanya bahkan lebih tinggi, yakni hampir 14 sen. Terulangnya tren peningkatan biaya ini menunjukkan bahwa pengeluaran untuk memproduksi koin sudah tidak sebanding lagi dengan nilai yang mereka tawarkan di masyarakat.
Berbagai tantangan ini memaksa otoritas percetakan uang AS untuk secara bertahap mengurangi produksi uang koin dalam beberapa tahun terakhir. Data terkini menunjukkan bahwa sekitar 3,2 miliar koin penny diproduksi selama tahun fiskal 2024, berkurang signifikan dari 5,3 miliar koin yang diproduksi tiga tahun sebelumnya. Keputusan ini didorong oleh upaya untuk meminimalisasi kerugian yang ditimbulkan dari produksi koin-koin tersebut.
Amerika Serikat bukanlah negara pertama yang mengambil langkah untuk menghentikan pencetakan koin pecahan kecil. Negara lain seperti Selandia Baru dan Australia telah lebih dulu menghentikan produksi koin sen masing-masing pada tahun 1989 dan 1992. Kanada juga melangkah serupa dengan menghentikan pencetakan koin sen pada tahun 2012. Langkah-langkah ini umumnya dipandang sebagai solusi untuk menghemat biaya produksi dan menanggapi tren menurunnya penggunaan uang tunai di kalangan masyarakat.
Dukungan untuk penghentian pencetakan uang koin kecil semakin menguat, dengan alasan utama berupa penghematan biaya dan pengurangan redundansi. Semakin banyak orang yang beralih ke transaksi digital, menyebabkan penggunaan uang tunai — termasuk koin kecil — menjadi semakin berkurang. Namun, keputusan untuk menghentikan pencetakan koin ini bukan tanpa kontroversi. Belum ada kepastian apakah Trump memiliki kewenangan untuk menghentikan pencetakan koin seorang diri, mengingat bahwa pemerintah AS tidak pernah menghentikan pencetakan koin sejak setengah sen pada tahun 1857 tanpa persetujuan Kongres.
Jika langkah ini resmi diambil, maka koin penny dan nikel akan bergabung dengan sejumlah koin lain yang produksinya telah dihentikan sebelumnya, termasuk koin trime, pecahan 3 sen yang dihentikan pada tahun 1873, serta koin dolar emas yang terakhir beredar pada tahun 1889. Meski bentuk koin dolar yang saat ini ada masih dilanjutkan, pergeseran ini mencerminkan perubahan yang lebih besar dalam cara masyarakat menggunakan uang.
Adapun pergeseran ini tidak hanya sekadar soal biaya, tetapi juga mencerminkan evolusi cara orang bertransaksi. Dengan meningkatnya penggunaan pembayaran berbasis digital, masyarakat mulai melihat uang tunai — terutama uang koin kecil — sebagai suatu bentuk yang semakin tidak relevan. Hal ini mendorong diskusi lebih lanjut mengenai dampak dari penghentian produksi koin pada masyarakat secara keseluruhan, serta kesiapan sistem moneter dalam beradaptasi dengan perubahan perilaku konsumen yang terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi.
Penghentian produksi uang koin di AS pun mencerminkan tren yang global. Kenaikan biaya dan perubahan perilaku masyarakat menjadi faktor kunci yang mendorong negara-negara untuk mempertimbangkan langkah serupa, menggambarkan dinamika yang sedang berlangsung dalam dunia keuangan saat ini.