AS Tolak Kembalikan Patung Liberty, Ingatkan Jasa Perang Dunia II

Pemerintah Amerika Serikat (AS) menolak untuk mengembalikan Patung Liberty, patung ikonik yang telah berdiri megah di Pelabuhan Kota New York sejak tahun 1886. Penolakan ini terjadi setelah seorang politikus Prancis, Raphael Glucksmann, mengajak pemerintah Paris untuk menuntut kembali patung yang merupakan simbol persahabatan antara Prancis dan AS. Dalam pidatonya di sebuah konvensi, Glucksmann menyatakan, "Kembalikan Patung Liberty kepada kami," menekankan bahwa nilai-nilai kebebasan yang menjadi dasar pemberian patung tersebut kini telah diabaikan oleh AS. Demand ini mengundang respons tegas dari Gedung Putih.

Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyampaikan bahwa kontribusi AS kepada Prancis, khususnya selama Perang Dunia II, adalah alasan utama mengapa patung tersebut tidak akan dikembalikan. Ia menyoroti pentingnya peran Amerika dalam membebaskan Prancis dari kekuasaan Nazi Jerman, dengan mengingatkan bahwa seandainya tidak ada bantuan dari AS, Prancis bisa saja saat ini berbicara dalam bahasa Jerman. Kalimatnya menekankan pentingnya syukur terhadap "negara yang hebat" tersebut.

Pengembalian Patung Liberty juga dibahas dalam konteks hubungan bilateral antara Prancis dan AS, yang telah terjalin selama lebih dari satu abad. Setiap periode dalam sejarah kedua negara tersebut menunjukkan adanya interaksi yang saling menguntungkan, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun budaya. Berikut adalah beberapa poin penting yang menjadi latar belakang isu ini:

  1. Asal Usul Patung Liberty: Dihadiahi oleh Prancis sebagai tanda persahabatan, Patung Liberty diresmikan pada 28 Oktober 1886 untuk merayakan 100 tahun Deklarasi Kemerdekaan AS. Karya seniman Prancis, Auguste Bartholdi, patung ini juga menjadi simbol demokrasi dan kebebasan.

  2. Peran AS dalam Perang Dunia II: Dengan memperjuangkan kebebasan Fransi, AS berperan penting dalam memastikan bahwa negara tersebut tidak berada di bawah kekuasaan Jerman. Bagi banyak orang Prancis, partisipasi AS dalam perang tersebut adalah bukti komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi.

  3. Tuntutan dari Prancis: Raphael Glucksmann, selain meminta kembalinya patung, juga mengkritik tindakan pemerintah AS yang dianggap tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai yang diusung oleh Prancis saat memberikan patung tersebut.

  4. Reaksi Publik: Respons terhadap pernyataan Glucksmann di Prancis dan di AS bervariasi. Beberapa kelompok mendukung pandangannya, sementara yang lain menolak ide pengembalian tersebut, dengan alasan bahwa Patung Liberty kini lebih dari sekadar simbol bilateral; ia juga menjadi bagian dari warisan budaya Amerika.

  5. Isu Nilai dan Identitas: Sebagai simbol yang melambangkan kebebasan, banyak yang merasa bahwa pengembalian patung adalah isu yang lebih dalam, menyentuh perdebatan tentang apa yang dapat dan tidak dapat dikenakan sebagai simbol dari nilai-nilai demokrasi.

Kritik terhadap nilai-nilai yang kini diusung AS oleh Glucksmann menjadi gambaran dari ketegangan yang ada dalam hubungan internasional modern. Dengan dinamika politik global yang terus berubah, pernyataan tersebut menunjukkan bahwa meskipun kedua negara memiliki sejarah panjang bersama, perbedaan pandangan kini semakin mencolok.

Menjadi jelas bahwa meskipun Patung Liberty merupakan hadiah yang bermakna, interpretasi dan makna dari simbol tersebut dapat berubah seiring waktu. Penolakan AS untuk mengembalikannya mencerminkan kedalaman hubungan yang lebih kompleks dan penuh warna antara dua negara yang telah berbagi banyak sejarah bersama. Sementara itu, tanya besar mengenai apa arti kebebasan dan persahabatan di era modern ini masih menjadi diskusi yang relevan dan penting bagi banyak orang di seluruh dunia.

Berita Terkait

Back to top button