Bisnis

Asosiasi Desak Pemerintah Batalkan DHE untuk Semua Komoditas!

Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) mengajukan permintaan kepada pemerintah untuk tidak menerapkan kebijakan penyimpanan devisa hasil ekspor (DHE) sebesar 100% di dalam negeri selama satu tahun secara seragam. Permintaan ini muncul karena GPEI berpendapat bahwa setiap sektor memiliki siklus usaha dan karakteristik yang berbeda-beda, sehingga penerapan kebijakan tersebut dalam bentuk yang kaku dapat berpotensi merugikan berbagai pihak, termasuk perusahaan ekspor itu sendiri.

Ketua Umum GPEI, Benny Soetrisno, menekankan pentingnya evaluasi yang cermat terkait penerapan kebijakan DHE. Ia menjelaskan, jika pemerintah mengimplementasikan kebijakan DHE tanpa mempertimbangkan perbedaan siklus usaha di masing-masing sektor, maka dampaknya bisa sangat serius. "Apabila kebijakan DHE diberlakukan tanpa mempertimbangkan hal itu, maka akan berdampak pada perusahaan yang mengalami kesulitan modal," katanya dalam wawancara dengan Podme.id.

Siklus perdagangan yang beragam, menurut Benny, berkisar antara satu bulan hingga enam bulan tergantung pada jenis komoditas yang diekspor. Penahanan DHE dalam kondisi arus kas yang terganggu bisa berujung pada hilangnya modal yang diperlukan untuk kelangsungan operasi perusahaan. "Jika setiap komoditas diperlakukan sama tanpa mempertimbangkan karakteristik spesifik, aktivitas usaha bisa terhenti karena habisnya modal kerja," jelasnya.

Ada beberapa poin yang diungkap GPEI terkait kebijakan DHE yang direncanakan tersebut:

  1. Keberagaman Siklus Usaha: Setiap jenis komoditas memiliki siklus perdagangan yang berbeda. Beberapa sektor mungkin memerlukan waktu lebih lama untuk memulihkan modal akibat fluktuasi pasar.

  2. Dampak Terhadap Arus Kas: Penahanan DHE yang tidak mempertimbangkan arus kas dan kebutuhan modal para eksportir dapat menyebabkan masalah likuiditas yang serius.

  3. Pengaruh terhadap Penerimaan Pajak: Jika perusahaan ekspor menghadapi kerugian akibat kebijakan DHE yang ketat, hal ini tidak hanya merugikan mereka, tetapi juga dapat mengakibatkan penurunan pendapatan pajak bagi pemerintah yang sangat bergantung pada sektor ekspor.

  4. Potensi Kerugian bagi Pemerintah: "Kalau berhenti, yang rugi pemerintah karena tidak ada pajak masuk, sekaligus akan menghambat pertumbuhan ekonomi," lanjut Benny. Dalam jangka panjang, hal ini bisa berdampak pada penggunaaan anggaran dan proyek pembangunan strategis.

  5. Perlu Evaluasi Kebijakan yang Fleksibel: GPEI mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan evaluasi yang lebih fleksibel terhadap kebijakan DHE, dengan menerapkan solusi yang dapat disesuaikan dengan kondisi sektor-sektor yang berbeda.

Benny menambahkan, jika pemerintah tetap pada pendiriannya untuk menerapkan DHE 100% tanpa evaluasi yang adil terhadap komoditas, maka hal ini bisa memicu ketidakstabilan dalam sektor ekonomi yang berpotensi mengorbankan keberlangsungan usaha. Pendekatan yang lebih bijak seharusnya mencakup analisis mendalam tentang karakteristik berbagai komoditas ekspor dan bagaimana kebijakan bisa mendukung pertumbuhan sektor-sektor tersebut.

Dalam konteks saat ini, di mana persaingan global semakin ketat dan tantangan ekonomi makin beragam, dialog antara pemerintah dan pelaku usaha sangatlah penting untuk menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif. Penyesuaian kebijakan DHE yang berbasis pada kebutuhan masing-masing sektor menjadi langkah strategis untuk memastikan bahwa industri ekspor tetap tumbuh dan berkontribusi positif terhadap perekonomian nasional.

Rina Lestari adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button