Awas! Diet Ketat Picu Stres Eating dan Gangguan Mental, Ini Kata Dokter

Menjalani diet ketat seringkali dianggap sebagai langkah yang diperlukan untuk mencapai berat badan ideal. Namun, ada risiko yang diabaikan banyak orang, yaitu dampak negatifnya terhadap kesehatan mental dan perilaku makan. Menurut dokter spesialis gizi klinik, Mulianah Daya, diet ketat yang tidak nyaman dapat meningkatkan risiko stres eating dan gangguan psikologis.

Stres eating adalah kebiasaan mengonsumsi makanan secara berlebihan sebagai respons terhadap stres atau kecemasan. Ini sering terjadi pada individu yang merasa bahwa diet ketat yang mereka jalani terlalu membatasi. Dalam wawancaranya, dokter Mulianah menjelaskan bahwa pola makan yang terlalu restriktif dapat memicu perilaku makan berlebihan akibat tekanan emosional yang dirasakan seseorang.

Beberapa faktor yang dapat memicu stres eating antara lain:

  1. Pembatasan yang Terlalu Ketat: Ketika seseorang merasa bahwa diet mereka terlalu memastikan, seperti menghindari makanan tertentu seperti tepung atau buah, tekanan ini dapat memicu keinginan untuk makan sebagai bentuk pelarian.

  2. Peningkatan Hormon Stres: Pembatasan dalam pola makan dapat meningkatkan hormon stres, yang juga berakibat pada peningkatan hormon lapar. Hal ini menciptakan siklus yang sulit dikendalikan, sehingga individu cenderung mengalami kesulitan dalam mengontrol asupan makanan.

  3. Tidak Dianggap Serius: Banyak orang yang percaya bahwa makan berlebihan saat stres adalah hal yang wajar. Dokter Mulianah menekankan bahwa anggapan ini keliru dan dapat berakibat buruk bagi kesehatan.

Lebih lanjut, dokter Mulianah menyoroti pentingnya memperhatikan dampak psikologis dari diet ketat. Beberapa pasien yang sangat disiplin dalam dietnya dapat mengalami ketakutan yang berlebihan terhadap makanan tertentu. Contohnya, ada individu yang merasa sangat takut untuk mengonsumsi nasi hingga memuntahkannya setelah makan. Tindakan ini menandakan adanya gangguan makan atau eating disorder yang memerlukan dukungan psikologis.

Selain dampak psikologis, diet yang terlalu membatasi juga berisiko menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi. Imbalance nutrition terjadi ketika asupan gizi seseorang terlalu sedikit atau bahkan berlebihan, yang pada gilirannya dapat menghambat proses penurunan berat badan yang diinginkan. Misalnya, kurangnya asupan kalori esensial dapat melemahkan metabolisme seseorang, membuat usaha penurunan berat badan menjadi sia-sia.

Pakar gizi mencapai kesimpulan bahwa stres eating tidak hanya berakibat pada penambahan berat badan, tetapi juga dapat merusak hubungan seseorang dengan makanan. "Apabila mengalami stres eating, di mana pola makan menjadi tidak stabil, upaya untuk menurunkan berat badan cenderung mengalami kegagalan," terang dokter Mulianah.

Diet yang sehat seharusnya mendukung keseimbangan antara asupan nutrisi dan kesehatan mental. Oleh karena itu, penting untuk memilih metode diet yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi individu. Dokter Mulianah mengingatkan bahwa pendekatan yang lebih konektif terhadap makanan untuk mendukung kesehatan mental akan lebih efektif dibandingkan dengan mengajak tubuh untuk menjalani kontrol ketat yang justru dapat menimbulkan dampak negatif.

Ke depan, pengembangan program diet yang mengedepankan keseimbangan, dukungan emosional, serta nutrisi yang cukup menjadi hal yang esensial untuk mencegah terjadinya stres eating dan gangguan mental terkait pola makan. Mengingat bahwa kesehatan mental tidak terlepas dari pilihan makanan yang kita konsumsi, menjadikan pola makan yang baik sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari adalah langkah yang bijaksana.

Berita Terkait

Back to top button