
Pada 66 juta tahun lalu, Bumi mengalami peristiwa kepunahan massal yang dikenal sebagai peristiwa K-T, akibat tabrakan asteroid berdiameter sekitar 15 kilometer yang menghantam daerah yang kini merupakan Meksiko. Tabrakan ini tidak hanya menyebabkan kehancuran besar-besaran, tetapi juga mengatur ulang ekologi Bumi dengan memusnahkan sekitar 75% spesies, termasuk semua dinosaurus non-avian. Namun, bagaimana jika bencana tersebut tidak pernah terjadi? Apakah dinosaurus akan tetap menguasai planet ini dan beradaptasi dengan perubahan iklim?
Para ilmuwan, termasuk Steve Brusatte, profesor paleontologi di Universitas Edinburgh, berpendapat bahwa sangat mungkin dinosaurus akan terus berevolusi dan menjadi spesies dominan jika asteroid tidak pernah menabrak Bumi. Dinosaurus telah bertahan selama 165 juta tahun, melewati banyak tantangan lingkungan seperti naik turunnya permukaan laut dan erupsi vulkanik. Dalam pandangan Brusatte, pada saat itu, “dinosaurus masih kuat, sukses, beragam, dan berada di puncak rantai makanan ketika asteroid itu menghantam Bumi.”
Namun, ada spekulasi lain yang menyatakan bahwa meskipun tabrakan asteroid tidak terjadi, dinosaurus tetap berpotensi punah. Para ilmuwan menyebutkan, tingkat kepunahan spesies dapat berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan kemunculan spesies baru. Hal ini menimbulkan pertanyaan lain: dapatkah dinosaurus bertahan dalam kondisi ekstrem seperti zaman es?
Mayoritas dinosaurus tidak hidup di daerah bersalju, tetapi beberapa spesies dapat beradaptasi dengan kondisi dingin. Beberapa ilmuwan mengemukakan bahwa dinosaurus berbulu memiliki kemampuan untuk bertahan dalam suhu rendah, seperti halnya beberapa jenis Tyrannosaurus rex yang diyakini berdarah panas, membuat mereka tidak sepenuhnya bergantung pada suhu lingkungan. Ini menunjukkan bahwa pada kondisi tertentu, dinosaurus mungkin beradaptasi dan dapat bertahan meskipun sedang mengalami perubahan iklim ekstrim.
Pertanyaan lain yang muncul adalah: apakah dinosaurus dapat berevolusi menjadi makhluk yang lebih cerdas? Dale Russell, seorang paleontolog, dalam suatu pemikiran tahun 1982 mengusulkan ide bahwa dinosaurus troodontid bisa berevolusi menjadi makhluk berakal tinggi jika tidak punah. Meski hipotesis ini menarik, banyak ilmuwan menolak gagasan ini, menganggapnya terlalu antropomorfik. Penelitian terkini menunjukkan bahwa kemungkinan spesies dinosaurus mencapai tingkat kecerdasan manusia adalah sangat kecil.
Konsekuensi dari tetap bertahannya dinosaurus juga akan berdampak besar terhadap mamalia. Jika dinosaurus non-avian tetap ada, maka mamalia kecil yang hidup berdampingan dengan mereka mungkin tidak memiliki banyak kesempatan untuk berevolusi menjadi spesies yang lebih besar. Brusatte percaya bahwa mamalia akan tetap kecil dan terancam, gagal berkembang jika tidak ada pergeseran ekosistem yang dibawa oleh kepunahan dinosaurus. Pada akhirnya, manusia seperti yang kita kenal mungkin tidak akan muncul. Paul Sereno, paleontolog dari Universitas Chicago, menambahkan, “Keberadaan kita bukanlah sesuatu yang pasti terjadi.”
Sebuah studi menunjukkan bahwa punahnya dinosaurus memberikan peluang bagi nenek moyang primata untuk berkembang. Tanpa peristiwa tabrakan asteroid, sejarah biologis planet ini akan sangat berbeda, dan mungkin keberadaan manusia tidak akan pernah ada. Brusatte menjelaskan, “Nenek moyang kita yang sebenarnya mungkin tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk berevolusi.”
Dengan demikian, skenario alternatif yang muncul dari perdebatan ini menambah kedalaman pemahaman kita mengenai evolusi dan dinamika kehidupan di Bumi. Sebuah sejarah yang hilang ini meningkatkan ketertarikan akan apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu, dan bagaimana situasi berpotensi berbeda jika bukan bencana yang membentuknya. Pertanyaan mengenai nasib dinosaurus dan mamalia membuka jendela baru untuk memahami perjalanan kehidupan yang tak terduga di planet kita.