
Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) baru-baru ini mengeluarkan imbauan bagi bank-bank besar di Indonesia untuk membantu bank-bank lebih kecil dalam menghadapi ancaman serangan siber. Ketua Umum Perbanas, Kartika Wirjoatmodjo, menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk memperkuat protokol penanganan insiden siber yang semakin marak terjadi di sektor perbankan Tanah Air. Dalam rapat yang berlangsung bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Tiko menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antarbadan keuangan untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi nasabah.
Tiko menekankan, "Bank-bank besar seperti Bank Mandiri, BRI, dan BCA yang sudah lebih berpengalaman dalam menangani insiden siber diminta untuk berbagi protokol penanganan dengan bank-bank yang lebih kecil." Dengan berbagi pengalaman dan strategi, diharapkan kemampuan bank kecil untuk merespons serangan siber akan meningkat. Langkah ini sangat penting mengingat dampak signifikan serangan siber seperti ransomware yang pernah melanda beberapa institusi perbankan di Indonesia.
Berikut beberapa langkah yang disarankan oleh Perbanas untuk memperkuat keamanan siber di perbankan:
Berbagi Protokol Penanganan: Bank besar diminta untuk mendokumentasikan dan membagikan pengalaman dalam menangani insiden siber. Ini akan memberi bank kecil panduan konkret dalam menangani situasi darurat.
Edukasi dan Pelatihan: Bank-bank kecil perlu mendapatkan pelatihan mengenai cara mengidentifikasi dan mengatasi serangan siber. Edukasi tentang modus operandi terbaru yang diterapkan oleh penjahat siber sangat penting untuk memperkuat pertahanan.
Kolaborasi dalam Keamanan Siber: Mendorong kerjasama di antara bank-bank untuk menciptakan platform berbagi informasi mengenai ancaman siber terkini dan solusi yang efektif.
Peningkatan Keamanan Aplikasi: Tidak hanya dari segi fungsionalitas, aplikasi perbankan juga harus ditingkatkan aspek keamanannya untuk melindungi data dan informasi nasabah.
- Advokasi Keamanan Nasabah: Bank diimbau untuk mengambil langkah proaktif dalam melindungi nasabah dari penipuan dan teknik rekayasa sosial (social engineering).
Tiko lebih lanjut menyoroti bahwa keamanan aplikasi perbankan harus menjadi prioritas utama. Ia berharap bank dapat meningkatkan aspek keamanan agar nasabah tidak hanya mendapat pelayanan yang baik, tetapi juga merasa aman bertransaksi secara daring. “Semua ini kita lakukan dengan harapan agar industri perbankan mampu melindungi nasabah dari berbagai ancaman, baik itu fraud maupun serangan siber," jelasnya.
Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut memperingatkan masyarakat mengenai modus baru kejahatan siber yang memanfaatkan teknologi. Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Friderica Widyasari Dewi, menjelaskan tentang penggunaan teknologi base transceiver station (BTS) palsu untuk mengirimkan SMS yang tampaknya berasal dari bank. "Pesan-pesan ini sejatinya bukan berasal dari bank, melainkan dikirim oleh pelaku kejahatan," ungkap Kiki, sapaan akrabnya. Hal ini juga menunjukkan bagaimana perbankan perlu lebih berhati-hati dalam melindungi informasi pelanggan.
Angka kejahatan siber yang terus meningkat menunjukkan perlunya kolaborasi yang lebih erat antar lembaga perbankan, terutama dalam berbagi informasi terkait ancaman yang dihadapi. Dengan adanya upaya ini, diharapkan aktivitas perbankan di Indonesia dapat dilakukan dengan lebih aman, memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional. Keamanan siber bukan lagi hanya tanggung jawab masing-masing bank, tetapi menjadi satu kesatuan dalam membangun ketahanan perbankan di Indonesia.