
Batas waktu untuk menyelesaikan penjualan TikTok yang mengkhawatirkan semakin mendekat. Pada tengah malam Sabtu, 5 April 2025, aplikasi berbagi video yang sangat populer ini akan menghadapi risiko dilarang beroperasi di Amerika Serikat jika belum memiliki pemilik non-Tiongkok. Situasi ini memicu kekhawatiran di kalangan penggunanya, terutama mengingat lebih dari 170 juta orang di AS menggunakan platform ini.
Kepemilikan TikTok yang saat ini dimiliki oleh ByteDance, sebuah perusahaan yang berbasis di Beijing, telah menjadi sorotan tajam di tengah meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Cina. Pemerintahan Presiden Donald Trump telah memberikan moratorium selama 75 hari agar pihak TikTok dapat menemukan pemilik baru sebelum langkah-langkah lebih lanjut diambil untuk melarang operasionalnya di AS.
Pada Kamis lalu, dalam sebuah pernyataan, Trump menyatakan bahwa mereka “semakin dekat” untuk mencapai kesepakatan dengan potensi pembeli TikTok. Beberapa perusahaan, termasuk raksasa e-commerce Amazon serta perusahaan rintisan teknologi kecerdasan buatan (AI) Perplexity, telah menyatakan ketertarikan untuk mengambil alih aplikasi yang sangat populer ini.
Fenomena global yang melibatkan TikTok tidak hanya sebatas aplikasi biasa; ini adalah bagian dari gejolak yang lebih besar terkait dengan isu privasi data dan pengaruh kekuatan asing. Bagi banyak pengguna, TikTok bukan hanya platform untuk berbagi video, tetapi juga menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari dan bentuk ekspresi kreatif mereka.
Terkait dengan persiapan menjelang batas waktu, sejumlah pengamat industri memberikan perhatian terhadap dampak jika TikTok tidak berhasil menjual asetnya. “Jika TikTok tidak dapat menyelesaikan proses penjualan ini, kami bisa melihat penghapusan sebuah platform yang sangat berpengaruh dalam budaya digital modern,” ujar seorang analis teknologi yang meminta untuk tidak disebutkan namanya. Penutupan aplikasi ini dapat berpotensi membatasi alternatif yang ada bagi pengguna untuk mengekspresikan diri dan berinteraksi secara sosial.
Pemerintah AS tampaknya semakin mendesak dalam hal ini. TikTok pernah mengalami gangguan akses di AS pada 19 Januari, ketika pengguna tidak dapat mengakses aplikasi selama beberapa jam akibat ketegangan hukum yang terus berlanjut. Larangan sementara tersebut adalah bagian dari upaya yang lebih luas untuk meninjau keamanan data pengguna yang berada di bawah kendali perusahaan asal China.
Di sisi lain, para investor yang tertarik membeli TikTok harus bergegas mengevaluasi nilai monetisasi dan potensi pertumbuhannya. Persaingan antar perusahaan yang ingin mengakuisisi TikTok semakin meningkat, meskipun detail kesepakatan masih belum sepenuhnya dipublikasikan. Para investor menilai platform ini memiliki potensi yang luar biasa untuk menghasilkan pendapatan melalui iklan dan kolaborasi dengan merek-merek ternama.
Sampai saat ini, belum ada konfirmasi resmi mengenai apakah kesepakatan akuisisi akan tercapai sebelum batas waktu berakhir. Namun, tekanan semakin terasa di pasar. Apakah Amazon atau perusahaan lain akan mengambil langkah berani untuk memastikan kelangsungan TikTok di Amerika Serikat? Pertanyaan ini tetap menggantung di udara.
Sementara itu, para pengguna TikTok di seluruh dunia berharap bahwa aplikasi yang menjadi bagian penting dari komunitas dan kreativitas mereka tidak akan menghilang begitu saja. Dengan waktu yang semakin sempit, perhatian kini tertuju pada langkah-langkah yang akan diambil oleh TikTok dan para investor untuk memastikan masa depan aplikasi ini di tanah airnya, Amerika Serikat.