Bawaslu Akui Kena Efisiensi Anggaran, Tak Cukup Awasi PSU 24 Daerah

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengungkapkan keprihatinan terkait situasi anggaran yang dialami lembaganya. Dalam sebuah rapat kerja bersama Komisi II DPR yang berlangsung di gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Kamis (27/2/2025), Bagja menjelaskan bahwa Bawaslu tidak memiliki cukup anggaran untuk mengawasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 24 daerah. Lembaga ini mengalami efisiensi anggaran hampir 50%, yang berimbas pada kemampuan pengawasan mereka.

Dalam pernyataannya, Bagja menyebutkan bahwa alokasi anggaran untuk Bawaslu berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah mengalami pemotongan yang signifikan. Ia merujuk pada Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, yang menjadi dasar pengurangan tersebut. Dengan demikian, total anggaran yang tersedia untuk Bawaslu mengalami pengurangan drastis hingga mencapai Rp 955 miliar, yang menurunkan pagu anggaran Bawaslu untuk 2025 menjadi sekitar Rp 1,46 triliun.

Situasi ini sangat kritis, mengingat PSU di 24 daerah ini merupakan hasil dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan 40 sengketa Pilkada. PSU diharapkan dapat berlangsung setelah satu perkara direkapitulasi ulang, sementara 14 perkara tidak mengabulkan permohonan. Oleh karena itu, pengawasan yang efektif menjadi sangat penting.

Bawaslu mengandalkan dana hibah daerah yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk operasionalnya dalam konteks pemilu. Namun, ada ketentuan yang mengharuskan mereka mengembalikan sisa dana hibah yang tidak terpakai ke kas daerah dalam waktu tiga bulan setelah penetapan calon kepala daerah terpilih. Ini menciptakan tantangan tersendiri bagi Bawaslu, terutama ketika dana untuk PSU belum sepenuhnya dialokasikan, sebagaimana diungkapkan Bagja.

Pentingnya anggaran ini diperkuat oleh fakta bahwa Bawaslu provinsi bertanggung jawab untuk mengawasi PSU yang dilaksanakan oleh Bawaslu kabupaten/kota. Dalam konteks ini, Bagja menekankan bahwa pengawasan dapat terhambat jika anggaran untuk pengawasan PSU tidak tersedia. Ia mencontohkan situasi di Banjarbaru, di mana pemerintah provinsi telah mengembalikan dana hibah, membuat pengawasan PSU menjadi lebih sulit.

Berikut adalah beberapa poin penting terkait anggaran dan pengawasan PSU oleh Bawaslu:

  1. Anggaran Efisien: Efisiensi anggaran yang mencapai 50% telah mengurangi kemampuan Bawaslu dalam melaksanakan tugas pengawasan.
  2. Sumber Anggaran: Bawaslu mengandalkan dana hibah dari APBD, yang harus dikembalikan jika tidak terpakai.
  3. Dukungan Dibutuhkan: Bawaslu membutuhkan dukungan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memperbaiki situasi anggaran.
  4. Tanggung Jawab Pengawasan: Bawaslu provinsi wajib mengawasi PSU di Bawaslu kabupaten/kota, yang terancam jika dana tidak tersedia.
  5. Keputusan MK: PSU di 24 daerah merupakan hasil keputusan MK atas sengketa Pilkada sehingga pengawasan menjadi sangat krusial.

Bagja berharap agar beberapa daerah yang masih memiliki sisa dana PSU dapat menyelesaikan proses pencairan sebelum waktunya tiba. Keterlambatan dalam pencairan dan pengembalian dana ini dapat menyebabkan kendala serius dalam memastikan kelancaran proses pemilihan yang transparan dan akuntabel. Oleh karena itu, Bawaslu meminta perhatian dan kerjasama dari semua pihak terkait untuk memastikan pengawasan yang optimal dalam pelaksanaan PSU.

Exit mobile version