Konsumen elektronik di Indonesia menunjukkan kecenderungan unik yang membedakan mereka dari masyarakat di negara lain. Sementara di banyak negara, konsumen lebih menyukai produk dengan daya listrik tinggi dengan asumsi bahwa lebih banyak watt berakibat pada kinerja yang lebih cepat dan efisien, di Indonesia justru sebaliknya. Masyarakat di Tanah Air lebih memilih produk elektronik yang memiliki daya rendah atau yang dikenal dengan istilah low watt.
Antonius Widjaja, Product Manager Small Domestic Appliance Toshiba Lifestyle Indonesia, mengungkapkan bahwa pola pikir ini menciptakan karakteristik tersendiri di pasar Indonesia. Dalam sebuah acara di Jakarta, ia menyatakan, “Pada saat meeting besar-besaran soal produk dengan negara lain, negara lain maunya watt lebih tinggi, lebih bagus. Karena masakannya jadi lebih cepat, blendernya makin cepat, makin halus.” Hal ini menunjukkan bahwa di negara-negara lain, konsumen cenderung memilih perangkat yang bisa menyelesaikan tugas lebih cepat dengan daya yang lebih besar.
Sebagai perbandingan, di negara seperti Vietnam, masyarakat lebih menyukai produk dengan daya tinggi. “Masak nasi 400 watt. Kalau di Vietnam 400 watt tidak laku. Yang laku 1.200 watt untuk penanak nasi. Itulah salah satu karakter unik konsumen di Indonesia,” lanjut Antonius. Pilihan ini terjadi karena di Indonesia, fokus tidak hanya pada kecepatan, tetapi juga pada efisiensi penggunaan energi dan penghematan tagihan listrik.
Untuk memenuhi permintaan konsumen Indonesia yang menggemari produk low watt, berbagai produsen elektronik melakukan modifikasi pada produk yang mereka tawarkan. “Sebab itu, sebelum produk dibawa ke Indonesia, pihaknya memodifikasi sesuai dengan keinginan konsumen di Indonesia. Kita bikin versi yang low watt,” ucap Antonius. Hal ini menunjukkan bahwa produsen sangat memperhatikan kebiasaan dan preferensi masyarakat lokal dalam merancang produk mereka.
Di sisi lain, Leo Ariefyanto, Kepala Divisi Layanan Toshiba Lifestyle Indonesia, menambahkan bahwa perusahaan juga berkomitmen untuk meningkatkan layanan purna jual bagi konsumen di Indonesia. Mereka meluncurkan program “Toshiba 365 Days of Worry Free” yang bertujuan untuk memberikan kenyamanan kepada konsumen dalam menangani masalah kerusakan produk. Program ini mencakup berbagai produk peralatan rumah tangga Toshiba, seperti rice cooker, air fryer, induction cooker, dan kipas angin.
Program ini memberikan jaminan perlindungan selama 365 hari setelah pembelian bagi konsumen. “Jika ada kerusakan, konsumen bisa menukar produk dalam jangka waktu 365 hari,” ungkap Leo. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kepuasan customer serta membangun kepercayaan terhadap produk yang mereka tawarkan.
Tidak hanya terkait dengan daya watt, preferensi konsumen Indonesia juga terpengaruh oleh berbagai faktor lain, termasuk kesadaran akan efisiensi energi. Program pemerintah yang mendorong penggunaan produk hemat energi turut berkontribusi pada pergeseran minat konsumen. Masyarakat kini semakin peduli terhadap dampak lingkungannya serta menginginkan solusi teknologi yang mendukung keberlanjutan.
Dalam menghadapi perkembangan pasar yang dinamis, pelaku industri elektronik di Indonesia harus dapat memahami karakteristik dan preferensi konsumen dengan baik. Mengadaptasi produk agar sesuai dengan kebutuhan lokal bukan hanya sekadar strategi bisnis, tetapi juga menjadi langkah penting dalam membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen.
Dengan kesadaran yang semakin meningkat akan pentingnya efisiensi energi dan penggunaan produk yang hemat biaya, konsumen di Indonesia mungkin akan terus memilih produk elektronik dengan daya watt rendah. Situasi ini bukan hanya menunjukkan keunikan pasar Indonesia, tetapi juga tantangan serta peluang bagi produsen untuk berinovasi.