Berkas Kasus Perundungan PPDS Anestesi Undip Semarang Tak Juga Kelar

Kasus dugaan perundungan dan pemerasan yang menimpa mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda penyelesaian. Setelah delapan bulan sejak dilaporkan, berkas kasus tersebut masih bolak-balik antara Polda Jawa Tengah dan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, meski sudah ada tiga tersangka yang ditetapkan.

Kasus ini dimulai saat dr Aulia Risma Lestari melapor ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah pada 4 September tahun lalu. Berdasarkan penyidikan, sekitar 30 saksi telah diperiksa, serta barang bukti berupa uang sejumlah Rp97 juta yang diduga hasil pemerasan telah disita. Kasus ini mengindikasikan praktik pungutan liar yang mencapai Rp2 miliar per bulan di salah satu lembaga pendidikan tinggi di Semarang.

Tiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalah Taufik Eko Nugroho, Kepala Prodi PPDS Anestesiologi; Sri Maryani, Kepala Staf PPDS Anestesiologi; dan seorang senior korban dengan inisial ZYA. Meskipun ketiga tersangka tersebut belum ditahan, Polda Jawa Tengah telah bertindak preventif dengan melakukan pencegahan terhadap mereka agar tidak keluar negeri.

Proses hukum kasus ini tampaknya tidak mudah. Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Artanto, mengungkapkan bahwa pemberkasan kasus ini masih terus dilakukan. “Rencana pekan depan kami kembalikan ke kejaksaan setelah ada koreksi lagi,” ujarnya. Penundaan dalam penyelesaian berkas ini menimbulkan pertanyaan di kalangan publik mengenai transparansi dan efektivitas penegakan hukum.

Dalam perkembangan kasus ini, kuasa hukum keluarga mendiang dr Aulia Risma Lestari, Misyal Achmad, juga telah mengajukan permohonan penahanan terhadap ketiga tersangka. Menurutnya, ada kekhawatiran bahwa dengan tidak ditahannya para tersangka, barang bukti bisa dihilangkan dan intimidasi terhadap saksi bisa terjadi. “Masalah penahanan terhadap tersangka merupakan hak penyidik di kepolisian, namun ada kekhawatiran para tersangka melakukan tindakan yang dapat menyebabkan proses hukum berjalan alot,” jelas Misyal.

Keberadaan tersangka yang masih aktif bekerja di Undip serta mempunyai kewenangan menambah kekhawatiran akan adanya pengaruh yang dapat mengganggu jalannya proses hukum. Indikasi bahwa proses hukum bisa berjalan tidak efektif terlihat dari perubahan keterangan oleh saksi-saksi yang mencabut kesaksian mereka.

Kasus ini mengungkapkan tantangan serius yang dihadapi dalam penegakan hukum, terutama terkait dengan dugaan perundungan di lingkungan pendidikan. Komunitas mahasiswa dan masyarakat luas menanti langkah lebih lanjut dari penegak hukum dalam melakukan penyidikan dan memberikan keadilan bagi korban. Polda Jawa Tengah mengungkapkan bahwa setiap perkara memiliki tantangan dan kesulitan yang besar, sehingga mereka berusaha semakin maksimal untuk melengkapi alat bukti yang diperlukan.

Sementara itu, perhatian publik terhadap kasus ini terus meningkat. Banyak yang berharap agar kasus ini tidak hanya mendapatkan perhatian yang layak, tetapi juga penanganan yang cepat dan transparan agar semua pihak yang terlibat mendapatkan keadilan yang seharusnya. Penyelesaian kasus ini akan menjadi barometer bagi upaya pemberantasan praktik perundungan dan pemerasan di institusi pendidikan di Indonesia, yang semakin mendesak untuk diatasi.

Berita Terkait

Back to top button