BPOM Jamin Pengawasan Obat-Makanan Tak Terdampak Kena Efisiensi 41%

Jakarta – Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM) mengalami efisiensi anggaran yang signifikan, yaitu sebesar 41 persen, dari total anggaran sebesar Rp2,65 triliun. Meskipun demikian, Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, menyatakan keyakinan bahwa kinerja pengawasan terhadap obat-obatan dan makanan tidak akan terpengaruh oleh pemangkasan anggaran tersebut. Pada tanggal 12 Februari 2025, Taruna menjelaskan bahwa efisiensi ini berjumlah sekitar Rp1,1 triliun lebih dan berkomitmen untuk tetap menjalankan tugasnya dengan optimal.

"Kita kena efisiensi anggaran sebesar 41 persen," ungkapnya saat konferensi pers yang diadakan di gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat. Ia menekankan bahwa meskipun terpaksa melakukan penghematan, BPOM akan berusaha semaksimal mungkin untuk tetap memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. "Dengan sisa anggaran yang kami miliki, kami yakin masih mampu bertindak, berbuat, dan melaksanakan tugas secara maksimal," tambahnya.

Efisiensi anggaran ini merupakan bagian dari respons pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto, terhadap kebutuhan untuk mengurangi pembelanjaan negara. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang dikeluarkan baru-baru ini mengamanatkan penghematan anggaran sebesar Rp256,10 triliun untuk kementerian dan lembaga, termasuk BPOM. Dalam konteks ini, Taruna yakin bahwa langkah-langkah yang diambil akan membawa manfaat dan hikmah tersendiri.

BPOM merupakan lembaga vital yang bertanggung jawab dalam pengawasan dan penjaminan keamanan obat serta makanan di Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya, BPOM mengandalkan berbagai sumber daya, mulai dari tenaga kerja hingga teknologi informasi. Meski harus melakukan efisiensi, BPOM telah mengidentifikasi beberapa strategi untuk memastikan pengawasan tetap berjalan efektif, di antaranya:

  1. Prioritas Pengawasan: BPOM akan mengidentifikasi produk-produk yang memiliki risiko tinggi terhadap keselamatan masyarakat dan akan fokus pada pengawasan tersebut.

  2. Optimalisasi Sumber Daya: Penggunaan sumber daya yang ada akan dioptimalkan, sehingga alokasi anggaran yang tersisa tetap digunakan secara efektif.

  3. Kerjasama dengan Pihak Ketiga: BPOM berencana untuk meningkatkan kerjasama dengan instansi lain serta menggandeng sektor swasta untuk mendukung pengawasan dan edukasi kepada masyarakat.

  4. Penggunaan Teknologi: Implementasi teknologi informasi yang lebih baik dalam proses pengawasan dan pemantauan kualitas produk obat dan makanan.

  5. Edukasi Masyarakat: Meningkatkan upaya edukasi masyarakat agar lebih kritis dalam memilih produk obat dan makanan yang aman dan berkualitas.

Taruna Ikrar juga menekankan pentingnya dukungan dari masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk bersama-sama menjaga keamanan pangan dan obat di Indonesia. “Kami akan melakukan yang terbaik dengan efisiensi anggaran ini. Saya melihat efisiensi anggaran ini pasti memiliki manfaat, dan hikmah yang diharapkan adalah peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya keamanan pangan dan obat,” tutur Taruna.

Dalam era di mana informasi terkendala dan ketersediaan anggaran terbatas, BPOM tetap optimis bahwa dengan langkah-langkah strategis yang telah direncanakan, pengawasan terhadap obat dan makanan tidak akan terganggu. Masyarakat diharapkan dapat terus memberikan pengawasan sosial terhadap produk yang beredar, serta tetap berpartisipasi dalam menjaga kesehatan dan keselamatan bersama.

Dengan komitmen yang kuat untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab, BPOM berjanji akan terus berupaya memberikan layanan yang prima, meskipun berada dalam tekanan efisiensi anggaran. Ini merupakan tantangan yang harus dihadapi, namun dengan kolaborasi dan inovasi yang tepat, BPOM optimis dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

Exit mobile version