Hiburan

BPOM Turun Tangan: Doktif dan Oky Pratama Diduga Matikan Bisnis!

Industri skincare di Indonesia belakangan ini dikejutkan dengan sorotan tajam dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait konten ulasan produk yang banyak diproduksi oleh influencer dan konten kreator. Masalah ini semakin memanas setelah munculnya pernyataan dari Dokter Detektif, yang akrab disapa Doktif, yang menegaskan bahwa tidak ada larangan bagi influencer untuk melakukan ulasan, meskipun BPOM secara tegas melarang hal tersebut.

Doktif, dalam sesi jumpa pers yang berlangsung di kawasan Tebet, Jakarta pada Selasa (20/1/2025), menegaskan bahwa pernyataan yang disampaikan oleh Prof. Taruna Ikrar, Kepala BPOM, tidak sejalan dengan apa yang ia sampaikan. Menurut Doktif, “Tidak pernah Prof. Taruna melarang influencer melakukan review,” serta meminta para influencer untuk tidak menggiring opini bahwa ada larangan dari BPOM, merujuk pada influencer lain, Dokter Richard Lee.

Di sisi lain, BPOM justru mengambil langkah yang lebih tegas. Dalam pernyataan resminya, Taruna Ikrar menekankan bahwa hanya BPOM yang memiliki otoritas untuk menyatakan aman atau tidaknya sebuah produk kosmetik. Ia juga menjelaskan bahwa ada sanksi yang akan diberikan kepada para konten kreator yang nekat melakukan ulasan terkait produk skincare. "BPOM akan melakukan penertiban terhadap pihak yang menyatakan approved produk kosmetik," jelasnya.

Berikut adalah beberapa poin penting terkait masalah ini:

  1. Larangan Ulasan Produk oleh BPOM: BPOM menegaskan bahwa tidak ada pihak lain yang berhak menyatakan produk aman kecuali mereka. Ini diharapkan dapat mengurangi kebingungan di kalangan konsumen.

  2. Sanksi bagi Konten Kreator: BPOM memberikan ancaman sanksi bagi influencer yang melanggar ketentuan ini, bahkan mendorong para konsumen atau pihak yang merasa dirugikan untuk melapor kepada pihak berwenang.

  3. Tuduhan terhadap Doktif dan Oky Pratama: Selain pernyataan tentang larangan, muncul pula tuduhan yang menyebutkan bahwa Doktif dan rekan, Dokter Oky Pratama, berupaya untuk merugikan bisnis orang lain di balik kedok edukasi. Ini muncul setelah seorang pemilik akun Instagram mengekspresikan kekecewaannya dan menuduh mereka berkolusi untuk merusak reputasi produk skincare guna mempromosikan produk mereka sendiri.

  4. Gugatan Publik terhadap Pendekatan Edukasi: Terdapat kritik yang menyuarakan bahwa pendekatan edukasi yang dibawa oleh Doktif dan Oky Pratama tidak benar-benar bertujuan untuk melindungi konsumen, melainkan untuk meraup keuntungan dengan mematikan saingan.

  5. Opini Publik yang Terbelah: Reaksi netizen pun bervariasi, dengan beberapa pihak mendukung doktrinal pendekatan edukasi, sementara yang lain menyerukan agar mereka berhenti berpura-pura menjadi korban dari ulasan skincare yang dianggap berbahaya.

Situasi ini menjadi semakin kompleks ketika banyak pihak mengklaim bahwa Doktif dan Oky Pratama tidak hanya mengedukasi konsumen, tetapi juga terlibat dalam persaingan yang tidak sehat. Tuduhan bahwa mereka memiliki agenda tersembunyi dalam menjalankan konten edukasi ini berpotensi memicu lebih banyak perdebatan di kalangan masyarakat.

Akibat dari situasi ini, BPOM pun mengedepankan pemahaman bahwa semua pihak, termasuk influencer, perlu bertanggung jawab atas informasi yang disebarluaskan kepada publik. Dengan adanya ketegangan antara para influencer dan lembaga pengawas, penting bagi konsumen untuk terus kritis memilah informasi yang diterima agar tidak terjebak dalam praktik promosi yang merugikan.

Intan Permatasari

Intan Permatasari adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button