Para peneliti baru-baru ini membuat terobosan yang menarik dalam dunia astrofisika dengan menemukan bukti yang mungkin menunjang teori Stephen Hawking mengenai lubang hitam primordial. Penemuan ini dilakukan oleh kolaborasi Eropa KM3NeT yang terdiri dari detektor bawah laut yang berlokasi di lepas pantai Prancis, Italia, dan Yunani. Mereka mengumumkan deteksi neutrino berenergi tinggi pada Februari 2025, sebuah partikel yang memiliki energi sekitar 100 PeV, atau lebih dari 25 kali energi partikel yang dipercepat di Large Hadron Collider, yang merupakan fasilitas percobaan fisika partikel paling kuat di dunia.
Neutrino tersebut sebelumnya menjadi misteri bagi para fisikawan, yang kesulitan untuk menemukan penjelasan bagi energi tinggi yang luar biasa. Namun, sebuah tim peneliti yang tidak terlibat dalam deteksi ini mengusulkan hipotesis yang mengejutkan, bahwa neutrino tersebut mungkin merupakan jejak dari lubang hitam yang menguap. Usulan ini didasarkan pada teori Hawking yang dikenal sebagai radiasi Hawking, yang menyatakan bahwa lubang hitam dapat memancarkan radiasi melalui interaksi antara cakrawala peristiwa dan medan kuantum ruang-waktu.
Berdasarkan teori ini, lubang hitam tidak sepenuhnya “hitam” seperti yang dipikirkan sebelumnya. Dalam konteks ini, lubang hitam kecil yang terbentuk setelah peristiwa Big Bang dapat menguap dan, pada akhirnya, meledak dalam event yang menghasilkan radiasi dan partikel energi tinggi, termasuk neutrino. Para peneliti menyebutkan bahwa skenario ini mungkin menggambarkan lubang hitam dengan massa sekitar 22.000 pon (10.000 kilogram), yang sebanding dengan berat dua gajah Afrika dewasa, namun dikompresi menjadi objek yang lebih kecil dari atom.
Dalam sejarahnya, Stephen Hawking menyadari pada tahun 1970-an bahwa lubang hitam seharusnya dapat memancarkan radiasi. Proses ini melibatkan pengurangan ukuran lubang hitam yang akan meningkatkan radiasi yang dipancarkannya, hingga akhirnya benda tersebut diharapkan akan meledak. Penemuan ini membawa pengaruh besar dalam mempelajari lubang hitam, karena sebelumnya semua lubang hitam yang dikenal berukuran besar, sehingga tidak mungkin untuk mengamati lubang hitam kecil semacam itu menciptakan dampak.
Para ilmuwan meyakini bahwa satu-satunya cara yang mungkin untuk menghasilkan lubang hitam sekecil ini adalah melalui peristiwa awal yang kacau dalam Big Bang. Lubang hitam primordial ini, secara teori, dapat menjelaskan eksistensi materi gelap—zat tak terlihat yang mendominasi alam semesta. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa jika lubang hitam primordial pada rentang massa tertentu memang ada, maka mereka harus bisa meledak secara teratur, memungkinkan kolaborasi KM3NeT untuk menangkap lebih banyak neutrino dalam beberapa tahun ke depan.
Progres ini menyuguhkan harapan baru bagi para ilmuwan untuk memahami karakteristik dan disiplin fisis yang mengatur lubang hitam. Di tengah ketidakpastian seputar misteri alam semesta, penemuan neutrino ini berpotensi membuka jalan bagi pemahaman yang lebih dalam mengenai struktur dasar dan asal usul materi di alam semesta kita.
Dengan semakin banyaknya data dan penelitian yang dilakukan, ilmuwan berharap agar temuan ini akan menawarkan wawasan yang lebih luas terkait fenomena kosmik yang hingga kini masih menyimpan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Penemuan neutrino ini bukan hanya berkontribusi pada bukti teori Hawking, tetapi juga ikut membantu menjelaskan mengapa alam semesta kita memiliki komposisi materi yang tampak melawan hukum fisika yang kita pahami. Dalam beberapa tahun ke depan, masyarakat ilmiah akan terus mengikuti perkembangan dari penemuan ini untuk mengeksplorasi lebih dalam mengenai lubang hitam dan bagaimana keberadaannya memengaruhi struktur alam semesta.