CEO Nvidia: Huawei Kuasai Pasar, Sanksi AS Dinilai Tak Tepat!

CEO Nvidia, Jensen Huang, baru-baru ini mengungkapkan pandangannya mengenai perusahaan teknologi asal Tiongkok, Huawei, yang dianggapnya telah meraih prestasi luar biasa di tengah tekanan sanksi dari Amerika Serikat. Dalam sebuah wawancara dengan Financial Times, Huang menyatakan bahwa Amerika meremehkan kemampuan dan pengaruh Huawei dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI).

Huang menjelaskan bahwa sanksi yang diterapkan oleh pemerintahan sebelumnya, di bawah kepemimpinan Donald Trump, dianggapnya sebagai langkah yang kurang tepat. “Kehadiran Huawei dalam AI terus meningkat setiap tahun. Kita tidak bisa berasumsi bahwa mereka tidak akan memiliki pengaruh yang kecil,” ujarnya. Pendapat ini menunjukkan bagaimana pemikiran Huang melawan anggapan umum bahwa sanksi dapat menghambat kemajuan perusahaan tersebut.

Sejak dimasukkan dalam daftar hitam oleh pemerintahan Trump pada tahun 2019, Huawei menghadapi berbagai pembatasan akses terhadap teknologi penting yang berasal dari Amerika. Sanksi ini dilanjutkan dan diperluas di bawah presiden saat ini, Joe Biden, yang menambah kontrol ekspor yang berdampak pada Huawei dan lebih dari 140 perusahaan semikonduktor lainnya di Tiongkok. Meskipun demikian, Huang menekankan bahwa Huawei telah berhasil menguasai pasar di mana pun mereka beroperasi.

Huawei, yang didirikan pada tahun 1987 oleh Ren Zhengfei, telah bertransformasi dari perusahaan yang awalnya fokus pada peralatan sakelar telepon menjadi raksasa dalam bidang telekomunikasi dan teknologi tinggi. Meskipun dalam kondisi tertekan akibat sanksi, Huawei berhasil menunjukkan kinerja luar biasa. Menurut laporan dari perusahaan riset pasar Canalys, Huawei mengalami peningkatan pengiriman ponsel pintar di China pada tahun 2023, menjadikannya salah satu dari sedikit perusahaan yang masih dapat bersaing di pasar yang sangat kompetitif ini.

Pendapatan global Huawei juga mencatatkan angka yang mengesankan, mencapai USD 97 miliar atau sekitar Rp 1.522 triliun pada tahun 2023. Hal ini menunjukkan ketahanan perusahaan yang meski terhambat oleh berbagai tantangan, tetap menjaga pertumbuhan yang signifikan.

Huang juga mencatat bahwa Huawei telah membuat kemajuan nyata dalam pengembangan chip AI. Laporan dari Counterpoint Research menunjukkan bahwa produk-produk chip yang dikembangkan oleh Huawei berpotensi menyaingi produk dari Nvidia, yang selama ini menjadi salah satu pemimpin dalam inovasi teknologi chip AI. Hal ini menjadi sinyal bahwa memperhitungkan potensi Huawei dalam inovasi teknologi adalah hal yang sangat penting, meskipun ada kendala yang dihadapi akibat sanksi.

Dalam konteks lebih luas, pernyataan Huang mencerminkan kompleksitas hubungan antara Amerika Serikat dan China dalam aspek teknologi dan perdagangan. Ketegangan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun ini telah membawa dampak signifikan tidak hanya terhadap perusahaan-perusahaan yang terlibat tetapi juga terhadap pasar global secara keseluruhan. Huang menekankan pentingnya untuk tidak meremehkan kemampuan perusahaan teknologi yang ada di luar Amerika.

Selain itu, dalam kesempatan yang sama, Huang juga menepis spekulasi mengenai keterlibatan Nvidia dalam konsorsium akuisisi saham Intel. Ia menyatakan bahwa tidak ada undangan bagi Nvidia untuk bergabung dengan konsorsium tersebut dan menjelaskan keterlibatannya yang rendah dalam diskusi-diskusi terkait akuisisi.

Dengan pelbagai tantangan dan perubahan dalam dinamika pasar, komentar dari CEO Nvidia ini bukan hanya menarik perhatian, tetapi juga membuka diskusi lebih jauh mengenai bagaimana perusahaan seperti Huawei dapat terus tumbuh meskipun dalam kondisi yang kurang menguntungkan. Pandangan Huang mengajak para pengamat industri untuk lebih memperhatikan dinamika yang terjadi di pasar dunia, termasuk kemampuan perusahaan-perusahaan dari luar Amerika untuk berinovasi dan bersaing.

Exit mobile version