China Balas Tarif 34% untuk AS, Trump: Mereka Panik!

JAKARTA – Kegaduhan perang dagang antara Amerika Serikat dan China kian memanas setelah Beijing mengumumkan tarif baru sebesar 34% untuk semua barang impor dari AS. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap kebijakan tarif yang dijatuhkan oleh Presiden Donald Trump, yang menyakini bahwa tindakan tersebut adalah langkah strategis untuk mengangkat perekonomian dalam negeri. Trump menyebut bahwa China kini berada dalam kondisi panik akibat keputusan tersebut.

Dalam sebuah unggahan di platform Truth Social, Trump mengecam langkah China dan berujar, “China memainkannya dengan salah, mereka panik, satu hal yang tidak dapat mereka lakukan!” Pernyataan ini datang setelah pasar saham AS mengalami penurunan yang signifikan, di mana indeks Dow Jones dan S&P 500 mengalami penurunan masing-masing sebesar 5,5% dan 5,97% selama dua hari berturut-turut. Penurunan pasar ini diprediksi menghapus lebih dari USD 6 triliun dari nilai investasi dan portofolio di bursa AS.

Ketua Federal Reserve AS, Jerome Powell, memberikan peringatan bahwa kebijakan tarif yang diterapkan akan berimbas pada inflasi yang lebih tinggi serta pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. Meskipun demikian, Trump tetap teguh pada pendiriannya dan menyatakan bahwa “kebijakan saya tidak akan pernah berubah. Ini adalah waktu yang tepat untuk menjadi kaya.”

Trump, yang baru-baru ini menghabiskan waktu bermain golf di Palm Beach, Florida, meyakini bahwa kekuatan ekonomi AS akan memaksa perusahaan luar negeri untuk memproduksi barang di dalam negeri, bukannya mengimpor. Ia menegaskan, “Hanya yang lemah yang akan gagal!” dalam postingan lainnya di Truth Social.

Sementara itu, keputusan China untuk menetapkan tarif baru ini bukan tanpa alasan. Beijing juga mengancam akan membawa AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan membatasi ekspor elemen tanah jarang yang penting untuk teknologi medis dan elektronik kelas atas. Hal ini mempertegas perkembangan situasi yang semakin rumit di panggung perdagangan global.

Dari sisi mitra dagang utama, Uni Eropa memilih untuk bersikap hati-hati dalam menghadapi kebuntuan ini. Kepala perdagangan Uni Eropa, Maros Sefcovic, menyatakan bahwa mereka akan bertindak dengan tenang, bertahap, dan terpadu, namun tidak akan tinggal diam jika diperlukan. Prancis dan Jerman mengisyaratkan bahwa Uni Eropa berpotensi mengenakan pajak terhadap perusahaan-perusahaan teknologi AS sebagai respons terhadap tarif yang dikenakan Trump.

Di Jepang, Perdana Menteri Shigeru Ishiba juga angkat bicara, menyerukan perlunya pendekatan yang lebih tenang setelah AS menerapkan tarif sebesar 24% untuk barang-barang buatan Jepang. Dengan kebijakan yang saling serang ini, terlihat jelas bahwa perang dagang ini tidak hanya merugikan satu pihak, tetapi juga menciptakan ketegangan yang lebih luas di pasar global.

Menghadapi situasi ini, Trump telah mengadakan panggilan telepon yang dinilai produktif dengan pemimpin tertinggi Vietnam setelah negara tersebut terpengaruh dengan pungutan 46% untuk barang-barang asal AS. Selain itu, kebijakan baru AS yang mengenakan tarif 25% untuk semua mobil buatan luar negeri juga mulai berlaku, membuat Kanada segera menanggapi dengan pungutan serupa untuk barang-barang impor dari AS.

Dalam konteks yang lebih besar, perang dagang yang berkepanjangan ini menunjukkan betapa rentannya interaksi ekonomi di era globalisasi. Pasar global kini berada di tengah ketidakpastian yang dipicu oleh pertikaian antara dua kekuatan besar ekonomi dunia. Dengan masing-masing pihak saling mengenakan tarif, dampak jangka panjang terhadap perekonomian global menjadi semakin sulit untuk diprediksi.

Berita Terkait

Back to top button