China Berpaling dari Batu Bara: Energi Hijau Penuhi Permintaan Listrik

Pembangkit listrik di China yang selama ini bergantung pada batu bara diperkirakan akan mengalami penurunan untuk pertama kalinya dalam satu dekade pada tahun 2025. Laporan ini menunjukkan bahwa negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini sedang berusaha untuk beralih dari sumber energi kotor menuju energi hijau. Langkah ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap upaya dekarbonisasi, mengingat sektor ketenagalistrikan di China menyumbang sekitar 60% dari total emisi karbon negara tersebut.

China sendiri telah mengumumkan rencana ambisius untuk mencapai emisi karbon neto nol sebelum tahun 2060. Dalam upaya tersebut, pertumbuhan kapasitas energi terbarukan menjadi salah satu kunci utama. Para analis memprediksi bahwa tahun ini, kapasitas energi terbarukan di China tidak hanya akan mematuhi, tetapi mungkin juga melampaui rekor peningkatan yang diharapkan. Ini menjadi langkah penting untuk memenuhi seluruh permintaan listrik baru yang terus meningkat.

Berikut ini adalah beberapa data penting terkait peralihan energi di China:

  1. Konsumsi Energi Terbarukan Meningkat: Diperkirakan bahwa konsumsi energi terbarukan akan meningkat hingga 7,5% dibandingkan tahun lalu, yang merupakan angka lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan konsumsi energi terbarukan tahun lalu yang mencapai 6,8%.

  2. Penurunan Output Tenaga Panas Bumi: Analis memperkirakan akan terjadi plateau atau penurunan output tenaga panas bumi seiring meningkatnya penggunaan energi terbarukan untuk memenuhi permintaan listrik yang meningkat.

  3. Permintaan Listrik yang Terus Meningkat: Permintaan listrik di China diperkirakan akan tumbuh sekitar 4,5% tahun ini, ditopang oleh pertumbuhan sektor manufaktur yang padat energi. Hal ini mendominasi pertumbuhan yang lebih lambat dari sektor jasa dan konsumen.

  4. Kontribusi Industri Terhadap Permintaan Listrik: Sekitar 65% dari permintaan listrik China berasal dari sektor industri, termasuk pertumbuhan dalam industri mobil listrik dan kecerdasan buatan, yang menuntut lebih banyak pasokan energi.

Lauri Myllyvirta, analis utama dari Centre for Research on Energy and Clean Air, mengungkapkan bahwa pertumbuhan yang lebih cepat di sektor manufaktur telah membantu menutupi pertumbuhan yang melemah di sektor konsumen. Dalam konteks ini, penting untuk diingat bahwa transisi energi ini bukanlah tanpa tantangan. Ancaman cuaca ekstrem dan pertumbuhan industri yang pesat dapat mempengaruhi realisasi proyeksi ini.

China menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan kebutuhan untuk mengurangi emisi karbon. Penggunaan batu bara yang masih dominan dalam penyediaan listrik selama ini menjadi perhatian serius bagi lingkungan global. Namun, dengan langkah-langkah yang diambil untuk beralih ke energi hijau, China menunjukkan komitmennya untuk mengambil peran lebih besar dalam mengatasi perubahan iklim.

Beberapa langkah konkret yang dapat diharapkan dari China ke depan termasuk:

Seiring dengan berjalannya waktu, perubahan ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan China terhadap batu bara dan menghasilkan listrik yang lebih bersih dan berkelanjutan. China, sebagai negara dengan emisi karbon terbesar di dunia, berperan kunci dalam upaya global untuk menurunkan kadar gas rumah kaca. Transisi ini tidak hanya akan bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga dapat memberikan peluang baru di sektor energi terbarukan serta menciptakan pekerjaan baru di bidang ini. Dengan langkah-langkah yang tepat, harapan untuk masa depan yang lebih hijau di China semakin membara.

Exit mobile version