
Pemerintah China telah resmi meningkatkan tarif atas produk impor asal Amerika Serikat (AS) hingga mencapai 125%. Langkah ini merupakan respons berani terhadap kebijakan tarif baru yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump, yang bertujuan untuk menekan ekonomi China. Dalam pernyataan resmi, Kementerian Keuangan Tiongkok mengutuk keputusan Trump yang dinilai sebagai tindakan sepihak dan lelucon dalam konteks ekonomi global, serta tidak sesuai dengan norma-norma perdagangan internasional.
“Jika AS terus menaikkan tarif, itu tidak lagi relevan secara ekonomi dan hanya akan tercatat sebagai lelucon dalam sejarah ekonomi global,” ujar pernyataan dari Beijing yang dikutip oleh Reuters pada Jumat (11/4/2025). Pernyataan ini menggarisbawahi frustrasi China terhadap tindakan AS yang dinilai merugikan hubungan dagang antara kedua negara.
Keputusan Trump yang diumumkan pada Rabu (9/4/2025), mencakup kenaikan tarif hingga 145% terhadap berbagai barang Tiongkok. Selain itu, dalam pernyataannya Trump menangguhkan sementara bea masuk terhadap sejumlah produk dari negara lain selama 90 hari, untuk mempertimbangkan langkah-langkah lebih lanjut. Hal ini membuat investor terus mengawasi kemungkinan balasan dari pihak China, mengingat ketegangan yang semakin meningkat dalam hubungan dagang kedua negara.
Per tanggal 10 April 2025, nilai tukar yuan anjlok ke titik terendah yang pernah dicatat sejak krisis keuangan global, meskipun sempat menguat kembali keesokan harinya. Analis memberi perhatian khusus kepada dampak dari perang tarif ini, mengungkapkan bahwa perdagangan antara AS dan China kini hampir tidak mungkin dilakukan. “Dengan tarif yang melampaui 100%, keuntungan eksportir terhapus dan harga barang impor menjadi tidak kompetitif,” ungkap seorang analis.
Menurut laporan dari UBS, keputusan China untuk tidak lagi membalas dengan tarif lebih lanjut menunjukkan bahwa hubungan dagang dengan AS telah nyaris terputus. Meskipun tidak ada tindakan balasan dalam bentuk tarif, China membuka kemungkinan untuk melakukan tindakan pembalasan lainnya. Seperti yang telah diumumkan, Beijing telah menerapkan pembatasan atas impor film-film Hollywood dan mengeluarkan peringatan kepada warganya untuk berhati-hati saat bepergian ke AS. Selain itu, imbauan juga diberikan kepada mahasiswa yang berencana untuk belajar di Ohio, seiring dengan meningkatnya ketegangan tersebut.
Saat ini, hampir seluruh perdagangan barang antara AS dan China dikenakan tarif yang tinggi. Sejak Rabu (9/4/2025), porsi barang yang dikenakan bea masuk oleh China melonjak ke 100%, meningkat dari sebelumnya yaitu 67%. Data dari Peterson Institute for International Economics menunjukkan bahwa rata-rata tarif AS atas barang-barang dari China telah mencapai 135%, suatu angka yang melonjak drastis dibandingkan dengan sebelum perang dagang dimulai pada 2018.
Pergerakan ini menunjukkan bahwa kedua negara sedang berada di ambang batas ketegangan yang lebih tinggi, yang tidak hanya menghantam pelaku bisnis di dalam negeri, tetapi juga memengaruhi pasar global secara keseluruhan. Terlepas dari provokasi yang terjadi seputar kebijakan tarif, banyak pihak yang mengkhawatirkan dampak jangka panjang dari perang dagang ini terhadap kestabilan ekonomi global. Selain itu, ketidakpastian ekonomi yang ditimbulkan oleh perang tarif ini memaksa banyak perusahaan untuk merestrukturisasi rencana bisnis mereka di kedua negara.
Sebagai reaksi terhadap langkah Tiongkok, banyak ekonom dan analis khawatir bahwa situasi ini akan memperburuk persepsi global terhadap kemampuan kedua negara untuk berkolaborasi dalam menghadapi tantangan ekonomi dan geopolitik yang lebih besar di masa depan. Ketegangan ini tidak hanya menandai pergeseran dalam kebijakan luar negeri AS, tetapi juga kemungkinan reshuffle dalam rantai pasokan global yang dapat berdampak luas.