Pengamat sepakbola, Coach Justin, melontarkan kritik tajam terhadap penampilan striker Timnas Indonesia, Rafael Struick. Dalam pandangannya, Struick dinilai belum cukup matang untuk menjadi andalan di lini depan Timnas senior, terutama jika dibandingkan dengan dua striker lainnya, Ole Romeny dan Ramadhan Sananta.
Dalam wawancara di kanal YouTube Sport77, Justin menyatakan, “Gua mending Ramadhan Sananta daripada Rafael Struick. Kenapa? Struick ini masih terlalu mentah. Kita lihat lah, di Timnas Indonesia, enam kali jadi starter, baru cetak satu gol.” Penilaian ini menunjukkan bahwa performa Struick belum memenuhi harapan para pengamat dan pendukung.
Salah satu aspek yang menjadi sorotan utama Justin adalah kondisi fisik Struick. Menurutnya, striker berdarah Belanda itu masih dianggap terlalu ringkih untuk berduel secara fisik dengan bek lawan. Hal ini berdampak pada kemampuannya bersaing di level senior. “Secara fisik dia masih ringkih. Sementara Sananta lebih kuat secara fisik. Kalau dia (Patrick Kluivert) main dengan real striker, mending Sananta,” tambah Justin.
Taktik dan formasi juga mempengaruhi penilaian Justin terhadap Struick. Dalam sistem 3-4-3 yang sering digunakan oleh mantan pelatih Timnas Shin Tae-yong, Struick kerap kali harus turun jauh ke lini tengah untuk mendapatkan bola. Justin menilai hal ini mengurangi efektivitas Struick sebagai striker utama. “Feeling gua Kluivert akan berbeda dengan Shin Tae-yong. Di era STY, gua kasihan lihat Struick, dia harus turun jauh untuk bisa dapet bola,” jelasnya.
Coach Justin meyakini bahwa Patrick Kluivert akan lebih cenderung menggunakan formasi 4-3-3, yang memberikan kesempatan lebih baik bagi striker untuk tetap berada di posisi idealnya dalam mencetak gol. Dalam konteks ini, pemain dengan kekuatan fisik lebih seperti Ole Romeny atau Sananta dianggap lebih tepat untuk mengisi posisi tersebut. “Jarak antar pemain di sistem 3-4-3 itu jauh banget. Feeling gua (Kluivert) gak akan main kayak gitu. Dia bakal main 4-3-3, jadi striker gak terlalu butuh (turun ke bawah) kayak Struick,” paparnya.
Terakhir, Justin berpendapat bahwa performa Struick lebih baik ketika bermain di Timnas U-23 dibandingkan di Timnas senior. Ia merasa bahwa di kelompok usia tersebut, Struick dapat lebih bersaing karena menghadapi lawan yang selevel. “Struick itu gak jelek, tapi gua gak merasa dia itu adalah goal getter, fisiknya juga terlalu ringkih, dihantam sedikit langsung jatuh,” ungkapnya.
Kritik Coach Justin ini menambahkan perspektif baru dalam analisis performa pemain Timnas Indonesia, terutama menjelang pertandingan-pertandingan mendatang. Harapan akan perbaikan dan pengembangan pemain muda seperti Rafael Struick tetap ada, tapi untuk saat ini, banyak yang setuju bahwa perjalanan masih panjang bagi Struick untuk bisa bersaing di level tertinggi. Dengan bersaing di Timnas U-23, diharapkan Struick dapat mengasah kemampuannya dan menyesuaikan diri dengan beban fisik dan mental yang ada di sepakbola senior.