Codeblu Tak Temui Kesepakatan, Tetap Harus Bayar Rp5 Miliar!

Jakarta, Podme.id – Proses mediasi antara food vlogger terkenal Codeblu, yang memiliki nama asli William Anderson, dan pihak Clairmont Patisserie berakhir tanpa kesepakatan yang memuaskan. Mediasi ini berlangsung di Polres Metro Jakarta Selatan pada Selasa, 18 Maret 2025. Dalam mediasi tersebut, pihak Clairmont Patisserie mengajukan tuntutan ganti rugi sebesar Rp5 miliar, yang menjadi titik deadlock dalam diskusi.

Kuasa hukum Clairmont Patisserie, Dedi Sutanto, menjelaskan bahwa meskipun proses mediasi berjalan dengan kondusif dan Codeblu telah menyampaikan permohonan maaf, pihaknya tetap mengalami kerugian yang signifikan. “Kami sudah mengakui permohonan maaf dari Codeblu, namun kerugian yang dialami tetap harus disampaikan,” ungkap Dedi.

Pihak Clairmont Patisserie menetapkan besaran kerugian tersebut berdasarkan hasil audit internal yang dilakukan setelah konten negatif mengenai brand mereka menyebar. Dedi menambahkan, kerugian yang dilaporkan tidak hanya terdampak pada penjualan, tetapi juga mencakup nilai brand yang turun di pasar. “Kerugian materiil ini di luar brand value mencapai Rp5 miliar,” jelasnya.

Namun, harapan untuk mencapai kesepakatan damai sepertinya sirna ketika pihak Codeblu menolak untuk memenuhi permintaan ganti rugi tersebut. “Di situ, belum ada titik temu. Kami mempertanyakan pertanggungjawaban atas kerugian yang dialami klien kami, itu lah awal mula deadlock-nya,” kata Dedi, menyayangkan situasi yang terjadi.

Permintaan ganti rugi senilai Rp5 miliar ini diungkapkan Susana Darmawan, pihak Clairmont Patisserie. Ia menyebutkan bahwa mereka tidak akan mencabut laporan terhadap Codeblu jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi. “Proses hukum tetap berlanjut,” tegas Dedi Sutanto, menegaskan bahwa mereka akan terus menempuh jalur hukum jika masalah ini tidak diselesaikan secara damai.

Sebelumnya, Codeblu telah diperiksa oleh Polres Metro Jakarta Selatan atas laporan dari manajemen Clairmont Patisserie yang mengklaim adanya dugaan pemerasan melalui modus review makanan. Hal ini menjadi sorotan publik dan memicu isu yang lebih luas mengenai etika dalam review produk di media sosial. Codeblu, dalam penjelasannya, menyatakan bahwa ia berusaha untuk memperbaiki kesalahan dan berharap bisa berdamai.

Sebagai informasi tambahan, insiden ini memicu reaksi beragam dari masyarakat, terutama di kalangan pengguna media sosial dan penggemar vlogging makanan. Beberapa pihak mengecam tindakan Codeblu, sementara yang lain menganggap masalah ini sebagai kesempatan untuk mengevaluasi bagaimana influencer seharusnya bersikap profesional dalam menyampaikan ulasan mereka.

Dalam konteks yang lebih luas, masalah ini menunjukkan bahwa industri makanan dan minuman di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan influencer, sedang menghadapi tantangan dalam hal reputasi dan kepercayaan publik. Seiring dengan semakin berkembangnya platform media sosial, tantangan yang dihadapi para pelaku usaha semakin kompleks. Creator konten harus lebih berhati-hati untuk menjaga kredibilitas dan hubungan baik dengan pelaku usaha lainnya.

Melihat dari sudut pandang hukum, kasus ini juga membuka diskusi lebih lanjut mengenai perlindungan hukum bagi brand dan individu dalam ekosistem digital. Ancaman yang dihadapi oleh Codeblu bisa menjadi sinyal bagi para influencer lainnya untuk lebih bertanggung jawab dalam membuat konten.

Dengan situasi ini, masyarakat pun harus lebih kritis dalam menanggapi informasi yang beredar, apalagi jika berhubungan langsung dengan reputasi suatu merek. Untuk saat ini, Codeblu harus menghadapi konsekuensi dari keputusannya, sementara Clairmont Patisserie tetap berupaya menuntut keadilan atas kerugian yang dialaminya.

Berita Terkait

Back to top button