Artis sekaligus penyanyi asal Korea Selatan, Nana, yang dikenal sebagai mantan anggota grup musik After School, baru-baru ini mengungkapkan proses menyakitkan yang dijalaninya untuk menghapus tato dari tubuhnya. Dalam sebuah video di saluran YouTube pribadinya, ia membagikan pengalaman yang cukup pribadi dan emosional terkait keputusan tersebut.
Nana pertama kali menciptakan tato sebagai bentuk pengungkapan diri di masa lalu. Dalam video yang diunggah pada 27 Januari 2025, ia menyampaikan, “Saya rasa saya telah menjalani lebih dari 30 sesi untuk menghapus tato, membagi tato menjadi beberapa area berbeda.” Ia mengakui bahwa proses ini masih berlanjut dan belum ada kepastian berapa banyak sesi lagi yang diperlukan sebelum semua tato berhasil dihapus.
Menurut Nana, tato yang pernah menjadi bagian dari dirinya kini telah memudar secara signifikan. “Saya tidak perlu lagi menutupinya,” sambungnya. Namun, yang ingin disampaikannya bukan sekadar proses fisik, tetapi juga pengalaman emosional yang menyertainya. “Menghapus tato jauh lebih menyakitkan daripada membuatnya,” ungkap Nana, menunjukkan betapa beratnya perjalanan tersebut.
Artis ini juga memberikan peringatan bagi publik, terutama generasi muda, untuk berpikir matang sebelum memutuskan untuk membuat tato. “Saya sarankan untuk berpikir matang-matang sebelum memilikinya dan, jika harus, pilihlah tato yang tipis dan dangkal jika Anda berencana untuk menghapusnya nanti,” jelasnya. Nasihat ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi mereka yang berpikir tentang penanda permanen pada tubuh.
Nana tidak menyesali keputusan awalnya untuk membuat tato, meskipun kini ia merasa perlu untuk menghapusnya. “Saat itu, membuat tato adalah cara penyembuhan saya, jadi saya tidak menyesal menghapusnya sekarang,” ungkapnya. Hal ini menunjukkan bahwa teko emosional yang mungkin muncul pada masa lalu telah memberikan pelajaran berharga sekaligus menyimpan kenangan yang sulit dilupakan.
Diantara tato yang telah dihapus, Nana masih menyimpan satu tato di pergelangan kaki kanannya sebagai simbol dari cintanya kepada sang ibu. “Tato itu mengingatkan saya pada ibu saya dan saya ingin menyimpannya,” tuturnya. Ini menunjukkan bahwa meskipun ia sedang dalam proses menghapus bagian dari masa lalunya, ada kenangan yang tetap bernilai untuk dipertahankan.
Bagi banyak orang, keputusan untuk menghapus tato bisa jadi adalah jalan yang penuh dilema. Namun, dengan transparansinya, Nana membuka ruang diskusi yang lebih luas tentang konsekuensi dari keputusan yang diambil di masa lalu. Ia mendorong masyarakat untuk mendiskusikan isu ini, sekaligus menjadikan pengalaman pribadinya sebagai pelajaran bagi orang lain.
Sebagai tambahan, tidak jarang individu mengalami perubahan pandangan dengan bertambahnya usia, dan tato yang dulunya menjadi ekspresi diri bisa berubah menjadi sesuatu yang ingin disingkirkan. Dalam hal ini, penghapusan tato bukan hanya sekadar tindakan fisik, tetapi juga simbol dari pertumbuhan pribadi dan perubahan jati diri.
Proses yang masih berlangsung ini tidak hanya berfokus pada fisik semata, tetapi juga pada pemulihan mental yang harus dilalui oleh seseorang setelah memilih untuk menghapus bagian dari identitas yang pernah dipilih. Hal ini menggambarkan kedalaman perjuangan yang dialami oleh Nana dan menyoroti pentingnya memahami makna dari setiap keputusan yang diambil pada masa lalu.
Dengan berbagi pengalamannya, Nana telah berhasil merangsang pemikiran banyak orang tentang baik dan buruknya membuat tato serta konsekuensi yang mungkin mengikuti di masa depan. Cerita dan perjalanan yang dialaminya menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk lebih bijak dalam membuat keputusan penting mengenai tubuh dan identitas mereka.