Perang dingin dalam teknologi kecerdasan buatan (AI) kini memasuki babak baru dengan munculnya DeepSeek, perusahaan asal China yang siap bersaing dengan ChatGPT, produk unggulan dari OpenAI yang berbasis di Amerika Serikat. Momentum Work, sebuah perusahaan konsultan di Singapura, memprediksi bahwa kompetisi ini tidak hanya akan mengubah lanskap pasar AI global tetapi juga berimbas pada pemain besar seperti Nvidia yang mendominasi rantai pasokan chip.
DeepSeek telah menarik perhatian global berkat klaimnya memiliki teknologi yang lebih cepat dan lebih murah dibandingkan dengan ChatGPT. Menurut CEO Momentum Work, Jianggan Li, DeepSeek merupakan chatbot LLM (Large Language Model) pertama yang dapat digunakan dengan cepat dan memiliki proses penalaran yang lengkap. Hal ini menjadi sorotan karena pengguna di China sering menghadapi kesulitan saat mengakses ChatGPT, yang lebih lambat, berhalusinasi, dan kurang efisien dalam pencarian daring real-time.
Jianggan juga mencatat bahwa meskipun DeepSeek menunjukkan performa yang menjanjikan, ChatGPT masih unggul dalam hal logika dan aplikasi bisnis, berkat stabilitas API-nya meskipun dengan biaya yang jauh lebih tinggi. Dalam menghadapi persaingan ini, Jianggan menegaskan bahwa pengalaman pengguna dan penanganan penggunaan bisnis tetap menjadi kunci dalam menentukan pemenang.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya ketertarikan terhadap DeepSeek:
1. Mampu mengatasi tantangan akses yang dihadapi pengguna China terhadap aplikasi AI lainnya.
2. Pengembangan yang lebih murah, dengan total biaya pengembangan model AI hanya mencapai US$5,6 juta.
3. Kemampuan untuk mendukung penggunaan yang lebih luas dengan performa yang lebih baik.
Namun, perhatian investor terhadap DeepSeek juga memicu kekhawatiran di pasar. Pada 27 Januari 2025, Indeks Nasdaq mengalami penurunan lebih dari 3%, sebagai dampak dari kekhawatiran bahwa DeepSeek dapat menggangu dominasi Nvidia. Jianggan berpendapat bahwa meskipun DeepSeek diprediksi tidak segera mengurangi permintaan untuk chip Nvidia, kehadirannya jelas menunjukkan bahwa pasar AI akan semakin ketat.
Menurut laporan Bloomberg, kerugian yang dialami miliarder dari sektor teknologi mencapai sekitar US$94 miliar, dengan pendiri Nvidia, Jensen Huang, kehilangan sebanyak US$20,1 miliar atau 20% dari total kekayaannya. Dalam konteks ini, DeepSeek bukan hanya mengubah narasi pasar, tetapi juga menantang keyakinan bahwa investasi besar adalah modal utama untuk menghasilkan teknologi AI yang unggul.
Jianggan lebih lanjut mencatat bahwa meski DeepSeek saat ini tidak bersaing dalam hal jumlah pengguna atau metrik evaluasi lainnya, persaingan di masa depan akan bergantung pada kemampuan untuk menarik lebih banyak investasi dan mencapai profitabilitas. Ini berarti perubahan dalam harga dan penawaran layanan akan terjadi, memaksa seluruh industri untuk berinovasi demi bertahan.
Sementara itu, pemerintah AS di bawah kepemimpinan Biden dipandang menghambat perkembangan kecerdasan buatan di tanah air, memicu spekulasi bahwa strategi ini mungkin tidak efektif dalam jangka panjang. Kebijakan ini diharapkan akan terbuka seiring perkembangan teknologi yang terus bersaing secara global.
Terakhir, apabila tekanan terus meningkat, kedua belah pihak—AS dan China—akan terlibat dalam sebuah perlombaan yang diwarnai dengan investasi berkelanjutan. Keberadaan SDM yang melimpah di China memberikan keuntungan bagi DeepSeek untuk menempatkan posisi yang lebih kuat dalam pengembangan teknologi ini. Dalam konteks ini, masa depan ekosistem AI global menjadi semakin dinamis, di mana setiap langkah dalam pengembangan dan inovasi bisa berpengaruh signifikan terhadap dominasi pasar.