Desakan Hukuman Maksimal untuk Kapolres Ngada Usai Aksi Cabul!

Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, mengecam keras aksi cabul yang dilakukan oleh Kapolres Ngada nonaktif, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Sangat mengejutkan, Fajar diduga telah mencabuli tiga orang anak, yang mengundang banyak kecaman dari berbagai kalangan. Selly menganggap perbuatan ini sebagai tindakan biadab yang merenggut masa depan generasi muda.

Menyusul kasus ini, Selly mengusulkan agar AKBP Fajar dijerat dengan hukuman maksimal. Ia menegaskan bahwa sebagai seorang kapolres, Fajar seharusnya menjadi teladan, bukan sebaliknya. “Harus dihukum maksimal. Apalagi dia sebagai Kapolres, seharusnya memberi contoh, bukan merenggut masa depan anaknya sendiri,” ujar Selly dalam keterangan resminya.

Ternyata, dugaan pencabulan bukanlah satu-satunya masalah yang melekat pada Fajar. Ia juga terlibat dalam kasus narkoba, lebih spesifik dalam penggunaan narkotika jenis sabu. Selly pun meminta agar pihak berwenang tidak hanya menjatuhkan sanksi administratif, melainkan hukuman pidana yang tegas. Menurutnya, hukum harus ditegakkan dengan seadil-adilnya untuk memberikan efek jera bagi pelanggar.

Selly merujuk pada Pasal 13 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang mengancam dengan hukuman hingga 15 tahun penjara. Namun, karena pelaku adalah pejabat daerah, ditambah dengan berbagai tindakan bejat lainnya, dia berhak mendapatkan hukuman yang lebih berat. “Paling serendahnya dia bisa dikenai hukuman 20 tahun. Tapi karena perbuatan bejatnya, saya pikir hukuman seumur hidup atau hukuman mati lebih pantas,” tambahnya.

Untuk kasus penyalahgunaan narkoba, ia juga menjelaskan bahwa Fajar dapat dijerat dengan Pasal 127 ayat 1, UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Kasus ini pun menjadi sorotan penting, mengingat berkaitan dengan integritas seorang aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat, bukan pelaku kejahatan.

Sementara itu, Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugraha, mengonfirmasi bahwa proses pemeriksaan terhadap Fajar masih berlangsung. “Hasil pemeriksaannya masih dalam proses. Nanti akan kami update melalui Propam seperti apa hasilnya,” jelas Sandi di Jakarta Selatan. Ia memastikan bahwa setiap pelanggar yang tercatat akan mendapat tindakan tegas sesuai ketentuan yang berlaku.

Keberadaan Polri sebagai institusi penegak hukum dipertaruhkan oleh kasus ini. Pihak Polri harus menunjukkan komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas. Sandi juga menambahkan bahwa anggota Polri yang berprestasi akan mendapatkan promosi sesuai kapasitas dan kompetensinya, memberikan sinyal bahwa kinerja baik akan dihargai, sementara pelanggaran akan dikenakan sanksi berat.

Penangkapan terhadap AKBP Fajar berlangsung di sebuah hotel di Kupang, NTT pada 20 Februari 2025. Kini, ia telah dinonaktifkan dari jabatannya dan ditahan oleh Propam Mabes Polri untuk investigasi lebih lanjut terkait dugaan pelanggaran etik yang serius ini.

Aksi yang dilakukan oleh seorang Kapolres sepatutnya mencerminkan integritas dan moral yang tinggi. Namun, kisah tragis ini justru menciptakan dampak buruk tidak hanya bagi korban, tetapi juga bagi citra Polri di mata masyarakat. Ini adalah momen penting bagi semua pihak untuk merenungkan kembali peranan aparat penegak hukum dalam menjaga keamanan dan keadilan, serta melindungi generasi penerus dari tindakan amoral yang merusak masa depan mereka.

Berita Terkait

Back to top button