
Buenos Aires, Podme.id – Dalam persidangan yang berlangsung pada Selasa (8/5/2025), beberapa saksi, termasuk mantan istri Diego Maradona, Veronica Ojeda, dan dokter Mario Alejandro Schiter, memberikan kesaksian yang mengguncang terkait kematian legenda sepak bola tersebut. Para saksi mengkritik keputusan untuk memulangkan Maradona ke rumah setelah operasi pada tahun 2020, alih-alih merawatnya di pusat rehabilitasi yang lebih sesuai dan aman.
Mario Alejandro Schiter, yang telah berpengalaman merawat Maradona selama dua dekade, menegaskan bahwa keputusan untuk membawa pulang Maradona ke rumah adalah langkah yang sangat tidak tepat. “Dia seharusnya pergi ke klinik rehabilitasi, tempat yang lebih aman baginya,” ujarnya dalam kesaksian di pengadilan. Schiter, yang pernah merawat Maradona pada masa-masa sulit dalam hidupnya, menambahkan bahwa pengetahuan dan pengalamannya membuatnya yakin bahwa rawat inap di rumah tidak akan cocok untuk Maradona yang membutuhkan perawatan intensif.
Kematian Maradona pada 25 November 2020, saat berusia 60 tahun, hanya beberapa hari setelah ia menjalani operasi otak, mengundang perhatian luas dan menjadi sorotan media. Setelah kematiannya, tujuh profesional medis yang terlibat dalam perawatan Maradona kini menghadapi tuduhan kelalaian. Jaksa penuntut menyebutkan bahwa tim medis tersebut, yang terdiri dari dokter bedah saraf, psikiater, psikolog, dan perawat, gagal memberikan perawatan yang memadai.
Veronica Ojeda, mantan istri Maradona, mengekspresikan kekecewaannya terhadap tim medis dengan mengatakan, “Mereka berbohong kepada kita semua, kepada seluruh keluarga, itu memalukan.” Ia menjelaskan bahwa dokter menyarankan agar Maradona dipindahkan dari rumah sakit, meskipun keluarga merasa rumah tersebut belum siap untuk perawatan semacam itu. “Saya diyakinkan bahwa Maradona akan dirawat, tetapi sekarang saya mempertanyakan tingkat perawatan yang diberikan,” ungkapnya.
Saksi lain dalam persidangan juga mengungkapkan bahwa rumah tempat Maradona dibawa tidak dilengkapi dengan peralatan medis yang diperlukan untuk perawatan pasca-operasi. Hal ini semakin menambah ketidakpuasan terhadap keputusan untuk tidak melanjutkan perawatan di rumah sakit. Schiter, yang juga mengamati autopsi jenazah Maradona, mengonfirmasi bahwa semua bukti menunjukkan adanya kegagalan dalam memberikan perawatan yang seharusnya, yang mengarah pada kondisi gagal jantung yang mengakibatkan kematian.
Selama persidangan, terungkap pula bahwa Maradona seharusnya ditemani lebih banyak orang di saat-saat terakhir. Menurut Ojeda, pada saat-saat kritis, tidak ada seorang pun di sisinya, kecuali hanya pengawal. “Diego sendirian, tidak ada seorang pun di sana,” kenang Ojeda, menekankan betapa pentingnya dukungan moral dan perawatan yang tepat bagi seseorang dengan kondisi seperti Maradona.
Kesaksian dari berbagai pihak yang hadir dalam persidangan ini menunjukkan adanya kealpaan yang serius dari tim medis yang seharusnya memberikan perhatian lebih. Maradona yang menjadi ikon sepak bola dunia tidak hanya dikenang karena kemampuan luar biasa di lapangan, tetapi juga karena perjuangan pribadinya melawan kecanduan dan masalah kesehatan yang kompleks.
Semua perhatian kini tertuju kepada proses hukum yang sedang berjalan, di mana keputusan terkait kelalaian tim medis akan menentukan konsekuensi yang harus mereka hadapi. Kesedihan atas kehilangan Maradona masih membekas di hati banyak orang, dan dengan persidangan ini, keluarga berharap menemukan keadilan serta penjelasan yang selama ini dicari tentang kematiannya. Masyarakat masih menantikan informasi lebih lanjut mengenai hasil persidangan ini dan apakah tindakan tegas akan diambil terhadap profesional yang dianggap lalai.