JAKARTA – Dalam era di mana pembayaran tanpa uang tunai semakin meningkat, uang tunai tetap menjadi alat transaksi yang paling nyata dan tidak mudah dilacak. Meskipun secara global terdapat penurunan jumlah uang palsu yang beredar, pemalsuan uang masih menjadi masalah serius di berbagai negara. Menurut data yang diungkapkan oleh loveMoney, salah satu indikator yang digunakan untuk mengevaluasi peredaran uang palsu adalah metrik parts per million (ppm). Metrik ini menggambarkan jumlah lembar uang palsu per satu juta lembar uang asli yang beredar. Berdasarkan data tersebut, Dolar Amerika Serikat (AS) menempati posisi teratas sebagai mata uang yang paling banyak dipalsukan di dunia.
Dolar AS menjadi target utama para pemalsu, mengingat penggunaannya yang luas di berbagai negara. Meskipun pemerintah AS tidak sering merilis data resmi terkait jumlah uang palsu, laporan yang diterbitkan pada tahun 2006 mencatat bahwa satu dari setiap 10.000 lembar uang kertas AS adalah palsu. Dewan Federal Reserve AS memprediksi bahwa pada tahun 2025, rasio uang palsu akan semakin menurun menjadi satu dari setiap 80.000 lembar. Diperkirakan, sekitar 70-200 juta lembar uang dolar AS palsu beredar di seluruh dunia. Meskipun dilengkapi dengan berbagai fitur keamanan canggih, seperti tanda air dan teknologi pencegah pemalsuan, pemalsu tetap mencari celah untuk memproduksi uang palsu.
Selain Dolar AS, sejumlah mata uang lain juga sering dipalsukan, antara lain:
-
Ringgit Malaysia – Pada tahun 2015, Malaysia mencatat peningkatan pemalsuan dengan tingkat ppm sebesar 1,9. Namun, angka itu berhasil diturunkan menjadi 0,3 ppm pada tahun 2022. Ringgit Malaysia memiliki fitur keamanan yang canggih, termasuk tanda air 3D dan benang yang berubah warna.
-
Dolar Australia – Salah satu mata uang dengan tingkat pemalsuan tinggi pada tahun 2015, dolar Australia kini berhasil menurunkan tingkat ppm-nya menjadi 6,7, berkat penegakan hukum yang lebih ketat.
-
Dolar Kanada – Pada awal 2000-an, pemalsuan uang Kanada mencapai titik kritis dengan tingkat ppm 470. Namun, setelah penggantian uang kertas dengan plastik pada tahun 2011, angka tersebut menurun drastis hingga 74%.
-
Mata Uang Rand Afrika Selatan – Dalam periode antara 2020-2021, Afrika Selatan mencatat tingkat pemalsuan uang sebesar 5,68 ppm, dengan peningkatan yang tetap terkendali di bawah 12 ppm berkat fitur keamanan baru yang diterapkan.
-
Peso Filipina – Tingkat pemalsuan peso Filipina mencapai 12,2 ppm pada tahun 2023, dengan laporan bahwa polisi berhasil menangkap 25 orang terkait pemalsuan.
-
Dolar Selandia Baru – Dengan tingkat pemalsuan yang meningkat tajam hingga 14,34 ppm, dolar Selandia Baru menjadi mata uang yang paling banyak dipalsukan pada tahun 2024.
-
Euro – Euro merupakan mata uang yang luas digunakan dan rentan terhadap pemalsuan. Pada tahun 2023, Bank Sentral Eropa melaporkan sekitar 467.000 lembar uang palsu yang berhasil dihapus dari peredaran, dengan tingkat pemalsuan mencapai 16 ppm.
- Pound Inggris – Pound Inggris juga mengalami masalah pemalsuan dengan tingkat sekitar 25 ppm, meskipun telah menghadapi perbaikan keamanan melalui penggunaan bahan polimer baru dan fitur holografik.
Dalam menghadapi tantangan ini, negara-negara di seluruh dunia terus berupaya memperkuat keamanan uang kertas mereka. Salah satunya adalah dengan memperkenalkan elemen-elemen baru yang sulit dipalsukan serta meningkatkan pendidikan publik mengenai cara mengenali uang asli. Setiap negara berupaya untuk tidak hanya melindungi mata uangnya, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan uang tunai. Peningkatan kesadaran akan isu pemalsuan ini diharapkan dapat membantu mengurangi peredaran uang palsu yang merugikan banyak pihak.