
Impor perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Indonesia dari China diprediksi akan menguat setelah kebijakan tarif timbal balik yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Kebijakan baru yang mengenakan tarif sebasar 32% terhadap produk dari Indonesia ini menandakan adanya dampak signifikan bagi sektor TIK di Tanah Air.
Sebagaimana disampaikan Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, salah satu faktor pemicu pengenaan tarif tinggi ini adalah permasalahan terkait produk Apple, khususnya iPhone, yang mengalami hambatan masuk ke Indonesia. Pemerintah sebelumnya menetapkan sejumlah regulasi yang menyebabkan iPhone 16 tidak dapat beredar di Indonesia karena belum memenuhi standar Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Selain itu, Apple juga dianggap belum memenuhi komitmen investasi mereka di Indonesia, yang menggagalkan upaya mereka untuk memperluas pasar di Tanah Air.
Sebagai respons terhadap kebijakan tarif dari AS, Faisal memperkirakan Indonesia akan lebih banyak menyerap produk dari negara lain, khususnya China, yang menawarkan harga lebih kompetitif dan kualitas yang terus meningkat. “Impor dari negara alternatif seperti China yang produknya juga makin meningkat kualitasnya, sementara harganya jauh lebih rendah dibanding produk AS,” ucapnya. Hal ini memberikan harapan bagi perusahaan-perusahaan di sektor TIK agar dapat beradaptasi dengan situasi baru dan menjalin kerjasama yang lebih baik dengan produsen dari China.
Dari sisi ekspor, Faisal menjelaskan bahwa kebijakan ini juga menciptakan peluang bagi Indonesia untuk meluncurkan produk-produk teknologi informasi guna memenuhi permintaan pasar di AS. Negara-negara seperti China, Kanada, dan Meksiko yang juga dikenakan tarif tinggi memungkinkan Indonesia memiliki posisi lebih menguntungkan dalam hal harga. “Kita bisa menyiapkan produk ekspor IT untuk menggantikan pasar yang ditinggalkan oleh negara-negara yang dikenakan tarif lebih tinggi,” tambahnya.
Namun, terdapat pula tantangan besar yang menanti Indonesia. Produk ekspor TIK dari Indonesia dapat tergeser oleh negara lain yang tidak terpengaruh oleh tarif timbal balik ini, memungkinkan mereka untuk mengambil alih pangsa pasar Indonesia di AS. Faisal memperingatkan bahwa “ada potensi bahwa pangsa pasar Indonesia di Amerika diambil oleh produk-produk serupa dari Amerika.”
Pengamat Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Joseph Matheus Edward, turut menyoroti dampak kebijakan tarif ini terhadap sejumlah produk lainnya dari Indonesia, seperti perangkat lunak dan permainan digital. Menurutnya, produk-produk ini akan terkena dampak signifikan akibat tarif yang diterapkan, sehingga akan mempengaruhi daya saing produk TIK Indonesia di pasar global.
Di sisi lain, kebijakan tersebut merupakan bagian dari serangan Trump terhadap sistem ekonomi global yang dianggapnya tidak adil. Dalam pidato terbaru, Trump menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mengoreksi ketidakseimbangan perdagangan yang telah lama merugikan warga negara Amerika. Dengan mengenakan tarif minimum 10% pada semua eksportir dan bea masuk tambahan bagi sekitar 60 negara dengan defisit perdagangan terbesar, Trump yakin bahwa langkah ini akan membawa keuntungan bagi perekonomian nasional AS.
Sebelumnya, Kanada dan Meksiko telah menghadapi tarif 25% yang terkait dengan perdagangan narkoba dan imigrasi ilegal, sementara negara-negara lain seperti China, Uni Eropa, dan Malaysia juga akan dikenakan tarif yang bervariasi. Di antara negara-negara yang terkena dampak, China akan dikenakan tarif tertinggi yaitu sebesar 34%.
Dengan situasi ini, sektor TIK di Indonesia terpaksa harus beradaptasi. Penyerapan produk TIK dari China yang lebih murah kemungkinan akan meningkat, dan perusahaan-perusahaan harus secara proaktif mencari peluang baru, baik dalam hal impor maupun ekspor. Sambil terus mengawasi perubahan kebijakan di AS, industri TIK Tanah Air perlu melakukan inovasi untuk tetap relevan dan bersaing di pasar global.