
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali mengemukakan rencananya untuk menghapus Departemen Pendidikan AS. Rencana ini diperkirakan akan dituangkan dalam sebuah perintah eksekutif yang dapat berdampak besar pada pendidikan di seluruh negeri. Langkah ini berpotensi menciptakan ketidakpastian bagi jutaan siswa, khususnya mereka yang mendapatkan dana, beasiswa, dan hibah dari departemen tersebut, yang selama ini telah berkontribusi dalam mendukung pendidikan siswa dari keluarga kurang mampu.
Departemen Pendidikan AS memiliki tanggung jawab yang luas, mulai dari mengawasi sekitar 100.000 sekolah negeri hingga 34.000 sekolah swasta. Departemen ini juga menyediakan dana untuk berbagai program pendidikan, termasuk dukungan bagi guru anak-anak berkebutuhan khusus, program seni, serta bantuan perbaikan infrastruktur sekolah. Hingga saat ini, pinjaman siswa yang dikelola oleh departemen ini mencapai nilai luar biasa, sebesar 1,6 triliun dolar AS, yang menandakan besarnya pengaruh yang dimiliki departemen ini dalam kehidupan jutaan warga AS.
Namun, untuk dapat menutup departemen tersebut, Trump menghadapi tantangan besar. Pertama dan terpenting, penutupan Departemen Pendidikan tidak dapat dilakukan secara sepihak oleh presiden. Keputusan ini memerlukan persetujuan dari Kongres AS. Menurut informasi yang dihimpun dari sumber terpercaya, Trump perlu mendapatkan mayoritas suara super di Senat, yaitu minimum 60 dari 100 senator, untuk mencapai tujuannya. Saat ini, Partai Republik memiliki 53 kursi di Senat, sehingga Trump memerlukan dukungan minimal tujuh senator dari Partai Demokrat agar rencananya dapat terwujud.
Pada tahun-tahun sebelumnya, upaya untuk menghapus departemen pendidikan telah gagal. Misalnya, pemungutan suara tahun lalu yang dilampirkan dalam RUU lain juga tidak berhasil disahkan. Sebanyak 60 anggota Partai Republik bekerja sama dengan seluruh anggota Demokrat di DPR untuk melawan penghapusan tersebut. Ini menunjukkan bahwa dukungan politik untuk penutupan departemen pendidikan semakin mengecil.
Dalam konteks ini, draf awal perintah eksekutif Trump yang diperoleh oleh Washington Post mengakui bahwa hanya Kongres yang memiliki wewenang untuk menutup badan tersebut. Namun, Trump berharap dapat menggunakan langkah-langkah eksekutif untuk mempercepat proses pengurangan peran departemen. Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengecilkan ukuran tenaga kerja federal, yang mencakup perampingan di kalangan karyawan departemen pendidikan.
Trump dan pendukungnya mendasarkan rencana ini pada argumen bahwa departemen tersebut telah berlebihan dan kurang efisien. Mereka mengutip kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan sebelumnya, khususnya terkait pengampunan pinjaman mahasiswa dan program keberagaman yang dianggap kontroversial. Kritik terhadap departemen pendidikan muncul terutama dari kalangan Partai Republik yang menilai bahwa kebijakan yang ada lebih banyak membebani anggaran dan menciptakan ketergantungan.
Sementara itu, mahasiswa dan keluarga yang bergantung pada program-program yang disediakan oleh Departemen Pendidikan merasa cemas akan masa depan pendidikan mereka. Ribuan dana hibah dan pinjaman untuk pendidikan berisiko hilang, yang pastinya akan memiliki dampak negatif terhadap akses pendidikan bagi anak-anak di AS. Dengan situasi ini, pertanyaan tentang opsi yang lebih baik untuk meningkatkan sistem pendidikan tanpa menutup tubuh yang telah menjalankan fungsi pentingnya menjadi semakin mendesak.
Kedepannya, tantangan besar menanti baik Trump maupun lawan politiknya. Di satu sisi, ada kekhawatiran mendalam bahwa penutupan Departemen Pendidikan dapat berakibat fatal bagi banyak siswa yang membutuhkan dukungan pendidikan. Di sisi lain, upaya untuk mengefisiensikan pemerintahan dan menciptakan kebijakan yang lebih efektif tetap menjadi agenda politik yang menjanjikan bagi Trump dan Partai Republik. Dengan lanskap politik yang dinamis, perkembangan selanjutnya dalam perdebatan ini akan sangat menarik untuk diikuti.