Dorong Anak SMA Gunakan AI, Gibran Dicibir: Kasihan Gurunya!

Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming, baru-baru ini mencuri perhatian publik setelah mengungkapkan nasihatnya kepada para siswa SMA mengenai pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI). Dalam sebuah video yang viral di media sosial, Gibran menyarankan agar para murid memanfaatkan AI dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Penghargaan terhadap teknologi ini menciptakan perdebatan di kalangan masyarakat, dengan banyak warganet menyatakan kekhawatiran atas potensi ketergantungan generasi muda pada AI.

Dalam video yang diunggah oleh akun X @MurtadhaOne1, Gibran terlihat berdiri di depan kelas, mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Dalam kesempatan itu, ia menggunakan pengeras suara untuk memberikan masukan kepada pihak sekolah. Gibran mengusulkan agar penggunaan AI dijadikan mata pelajaran tambahan atau pilihan, dengan harapan para siswa dapat memanfaatkan teknologi ini untuk menyelesaikan soal dengan lebih cepat. “Dan ini jalan pintas ya, kalian tetap harus berusaha dan menggunakan formula-formula yang disarankan oleh AI,” kata Gibran.

Rencana tersebut, meski bertujuan untuk memprioritaskan kecakapan teknologi di kalangan generasi muda, mendapatkan banyak kritik. Beberapa netizen mengecam Gibran, menyebut nasihat tersebut sebagai bentuk pengajaran untuk curang dalam ujian dan berdampak negatif terhadap etika akademik. "Detik-detik Wapres memberikan nasihat kepada siswa-siswa sekolah agar berbuat curang dalam menjawab soal," tulis salah satu pengguna media sosial.

Kekhawatiran terhadap pengaruh positif maupun negatif penggunaan AI dalam pendidikan mencuat di berbagai platform. Beberapa guru mengungkapkan bahwa saran Gibran justru akan menghambat proses belajar siswa. Salah satu guru mengaku merasa lelah mengingatkan murid untuk jujur dan tidak bergantung pada teknologi saat ujian. "Kasihan sama gurunya sih, ngajarin rumus dari a sampai z, eh Wapresnya malah dengan enteng bilang tanya aja sama AI," tulis seorang pengguna.

Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas penggunaan AI dalam pendidikan dan bagaimana seharusnya teknologi tersebut diintegrasikan ke dalam kurikulum. Gibran menegaskan bahwa sebelum penerapan lebih luas, ia berencana untuk berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan Dasar Menengah (Kemendikdasmen) untuk membahas rencana ini secara detail, termasuk potensial pembentukan mata pelajaran baru tentang AI.

Ada beberapa poin penting dalam diskusi ini:

  1. Kemudahan Penggunaan AI: Gibran menggambarkan bagaimana AI dapat membantu siswa menyelesaikan soal dengan lebih cepat, namun ini menimbulkan kebingungan mengenai pentingnya proses belajar.

  2. Kekhawatiran terhadap Ketergantungan: Banyak yang berpendapat bahwa pengajaran lewat AI dapat membuat siswa semakin malas berpikir dan berusaha.

  3. Tanggung Jawab Guru: Guru-guru merasa tertekan mengingat pentingnya kejujuran dan efisiensi belajar. Penggunaan AI dapat diartikan sebagai pengabaian akan proses belajar yang sebenarnya.

  4. Respons terhadap Teknologi: Warganet menunjukkan campuran antara adopsi teknologi modern dan perlunya pemahaman mendalam akan prinsip-prinsip akademik.

Berbagai pandangan yang muncul mengindikasikan adanya perdebatan yang luas terkait dengan integrasi teknologi dalam pendidikan. Hal ini pun berlanjut ke berbagai aspek, termasuk etika dan nilai-nilai yang perlu dijunjung tinggi dalam proses belajar mengajar. Dalam konteks ini, penting bagi pemangku kebijakan untuk menciptakan keseimbangan antara inovasi teknologi dan pengembangan karakter serta kemandirian siswa.

Berita Terkait

Back to top button