Indonesia

DPR Desak Investigasi Mendalam Pemberi SHM dan SHGU Pagar Laut

Anggota Komisi IV DPR, Firman Subagyo, mengungkapkan keprihatinan mengenai penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) pada pagar laut di Tangerang dan di wilayah Indonesia lainnya. Ia mendesak para penegak hukum untuk mengusut tuntas masalah ini, yang disinyalir telah melanggar ketentuan undang-undang. Hal ini menjadi perhatian serius karena berkaitan dengan kedaulatan dan pengelolaan sumber daya alam negara.

Dalam pernyataannya pada Kamis (6/2/2025), Firman mengatakan, “Kalau Presiden Prabowo sudah memerintahkan TNI AL, berarti sudah dalam kondisi darurat. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Bakamla, Polisi Air, dan lain-lain yang terkait, tidak boleh main-main dengan perintah presiden sebagai panglima tertinggi NKRI ini.” Pernyataan ini mencerminkan urgensi situasi dan pentingnya penegasan dari lembaga-lembaga yang berwenang dalam menangani permasalahan tersebut.

Penerbitan SHM dan SHGB untuk wilayah pagar laut sebelumnya telah ditolak dalam kajian Amdal pada tahun 2009, yang dinyatakan bertentangan dengan sejumlah aturan perundang-undangan. Namun, meskipun penolakan tersebut, kini isu ini kembali muncul, menunjukkan adanya potensi pelanggaran regulasi yang perlu diselidiki lebih lanjut.

Dalam hal ini, Firman juga mengingatkan bahwa berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah UU Nomor 27 tahun 2007, sertifikasi atas laut dalam bentuk apapun tidak diperkenankan. Hal ini menunjukkan bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk menjaga kedaulatan laut sebagai bagian dari kedaulatan NKRI. Di sisi lain, potensi penyalahgunaan dalam penerbitan sertifikat ini berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap integritas pengelolaan sumber daya alam.

Sebagai langkah untuk menangani masalah ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana mengadakan rapat kerja (raker) mengenai isu pagar laut pada 13 Februari 2025. Rapat ini diharapkan dapat mendalami lebih jauh tentang pengelolaan dan penerbitan sertifikat yang dianggap melanggar hukum. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan pelanggaran ini.

Berikut beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam konteks ini:

1. Penerbitan sertifikat SHM dan SHGB di wilayah pagar laut dianggap melanggar undang-undang yang berlaku.

2. Kajian Amdal pada tahun 2009 menolak penerbitan sertifikat tersebut karena bertentangan dengan perundang-undangan.

3. Putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan laut tidak dapat disertifikasi, menegaskan negara wajib menjaga kedaulatan laut.

4. DPR akan menggelar rapat kerja untuk membahas lebih lanjut mengenai polemik ini.

5. Penegak hukum diminta untuk mengusut tuntas segala bentuk penyalahgunaan wewenang terkait penerbitan sertifikat.

Hal ini menggambarkan adanya ketegangan yang meningkat terkait pengelolaan wilayah laut dan praktik penerbitan sertifikat yang tidak sesuai. Seiring dengan meningkatnya perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap isu-isu lingkungan dan kedaulatan, penting untuk memonitor perkembangan selanjutnya terkait investigasi dan tindakan yang diambil oleh para penegak hukum. Pembahasan ini bukan hanya bersifat sementara tetapi juga akan menjadi refleksi dalam pengelolaan sumber daya alam di masa depan, dengan harapan hukum dapat ditegakkan secara adil dan konsisten.

Siti Aisyah adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button