DPR Soroti Kasus Klaim Sulit Cair: Asuransi Jangan Jadi Beban!

Ada sejumlah keluhan mengenai klaim asuransi yang sulit dicairkan, dan hal ini menarik perhatian Anggota Komisi XI DPR RI, Fathi. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang diadakan pada Senin (17/3/2025) bersama Dewan Asuransi Indonesia (DAI) dan berbagai asosiasi asuransi, Fathi menekankan pentingnya industri asuransi untuk memberikan manfaat nyata kepada masyarakat. Ia mengingatkan bahwa masyarakat tidak boleh merasa asuransi hanya menjadi beban.

Komisi XI DPR memiliki keinginan agar seluruh masyarakat merasakan manfaat dari asuransi, baik dalam perlindungan kesehatan, keselamatan, maupun aset. “Asuransi seharusnya memberikan manfaat yang tinggi. Kita perlu beralih dari pandangan bahwa asuransi itu rumit menuju pemahaman yang jelas dan positif,” ujar Fathi. Hal ini menjadi semakin penting mengingat belum banyak masyarakat yang berani berpindah ke produk asuransi karena kurangnya informasi yang memadai.

Fathi juga menyoroti pentingnya edukasi keuangan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Ia mendorong semua asosiasi dan pelaku industri asuransi untuk tidak hanya fokus pada pertumbuhan bisnis, tetapi juga memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang transparan. Keberadaan kasus-kasus klaim sulit cair menjadi reputasi buruk bagi industri asuransi, yang seharusnya tidak boleh dianggap remeh.

Klaim sulit cair menjadi pengalaman pahit bagi banyak orang, dan Fathi mengharapkan agar insiden ini bisa diminimalisir atau dihilangkan sama sekali. Ia berkata, “Jangan sampai lagi ada kasus-kasus klaim yang menghebohkan dan mempersulit proses untuk masyarakat yang telah melakukan kewajibannya untuk membayar premi.” Kepercayaan publik terhadap asuransi sangat penting, dan tanpa transparansi yang baik, industri ini dapat kehilangan kredibilitas di mata konsumen.

Lebih jauh, Fathi menjelaskan tentang program Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN) yang dijalankan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) di sektor perasuransian. Data menunjukkan bahwa program ini telah menjangkau 44,2 juta peserta selama periode Agustus 2024 hingga Februari 2025, dengan lebih dari 1.000 kegiatan edukasi yang dilakukan di berbagai level pendidikan, mulai dari SMP hingga perguruan tinggi.

Program ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai produk asuransi kepada masyarakat. “Kegiatan edukasi yang intensif ini tidak hanya mencakup teori, tetapi juga praktik agar masyarakat dapat merasakan langsung kegunaan produk asuransi,” ungkap Muhammad Iqbal, Wakil Ketua Bidang Kerja Sama Antar Lembaga AAUI.

Selain itu, Fathi juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan pelaku industri asuransi dalam membangun ekosistem keuangan yang sehat. Masyarakat diharapkan bisa mendapatkan akses yang lebih baik terhadap produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Melalui peningkatan literasi dan inklusi keuangan, diharapkan tingkat pemahaman masyarakat terhadap asuransi dan manfaatnya akan semakin meningkat.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan masyarakat tidak hanya merasa terbebani oleh biaya premi asuransi, tetapi juga mendapatkan jaminan perlindungan finansial yang bermanfaat dalam kehidupannya. Kepercayaan yang terbangun antara konsumen dan penyedia asuransi menjadi hal fundamental untuk menciptakan industri asuransi yang mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat.

Berita Terkait

Back to top button