
Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, mengusulkan langkah strategis untuk mengatasi panjangnya antrean jemaah haji Indonesia dengan memanfaatkan kuota yang tidak terpakai dari negara sahabat. Usulan ini disampaikan dalam konteks pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Panjangnya daftar tunggu haji di Indonesia menjadi persoalan serius; di beberapa daerah seperti Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, antrean mencapai 49 tahun. Hal ini berarti calon jemaah yang mendaftar di usia 50 tahun harus menunggu hingga 99 tahun untuk dapat berangkat.
Marwan menekankan perlunya perubahan dalam regulasi untuk menangani masalah ini. “Undang-undang ini harus bisa menjawab bagaimana mengatasi persoalan ini. Apakah nanti cara membagikannya bukan dengan setiap provinsi, tetapi keterwakilan daftar tunggu yang panjang,” ujarnya. Ia mengungkapkan beberapa provinsi, termasuk Jawa Timur, yang juga mengalami masalah serupa dengan daftar tunggu hingga 35-36 tahun.
Penggunaan kuota haji negara sahabat menjadi solusi yang dinilai efektif. Marwan mencatat, kuota jemaah haji dari Filipina sering kali tidak terpakai, sementara negara-negara seperti Kirgistan dan Uzbekistan menyisakan kuota kosong setiap tahunnya. "Kirgistan mereka sudah menawarkan sisa kuota yang tidak mereka pakai, sekitar 6.000 sampai 7.000-an," tambahnya.
Untuk implementasi skema ini, Marwan meminta pencantuman mekanisme pemanfaatan kuota dari negara sahabat dalam revisi undang-undang. Tanpa aturan yang jelas, penggunaan kuota tersebut tidak bisa dilakukan meski negara sahabat bersedia memberi.
Marwan juga menyatakan bahwa undang-undang yang ada saat ini sudah tidak relevan. Beberapa aspek yang perlu diperbaiki mencakup kelembagaan penyelenggaraan haji, proses ibadah, dan tata kelola keuangan. “UU ini tidak bisa menjawab kebutuhan kita. Pertama, soal kelembagaan. Kedua, soal penyelenggaraan. Ketiga, soal proses ibadah, dan keempat, soal keuangan haji," ujar Marwan.
Dia menyoroti kekurangan dalam struktur kelembagaan yang ada saat ini, di mana hanya ada direktorat jenderal di Kementerian Agama yang menangani masalah haji. Sementara itu, siklus pelaksanaan haji terbilang cepat, dengan evaluasi yang dilakukan sebulan setelah haji. Marwan mengusulkan agar dibentuk badan khusus yang menangani masalah haji, mengingat kompleksitas urusan baik di dalam maupun luar negeri.
Terkait dengan status Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), Marwan mengusulkan agar badan tersebut meningkat statusnya menjadi Kementerian Haji. Hal ini untuk memberikan perhatian lebih terhadap kompleksitas urusan yang menyangkut haji dan umrah. "Kita mempertanyakan tugas BP Haji saat ini, apakah mengurus haji dan umrah, atau hanya haji saja?” ucapnya.
Dalam konteks ini, ada beberapa poin penting yang diangkat oleh Marwan Dasopang terkait optimalisasi kuota haji:
- Panjang Daftar Tunggu: Antrean haji di Indonesia bisa mencapai puluhan tahun, dengan beberapa daerah seperti Bantaeng mengaku memiliki antrean selama 49 tahun.
- Kuota Tak Terpakai: Negara-negara sahabat seperti Filipina, Kirgistan, dan Uzbekistan sering kali tidak menggunakan semua kuota haji yang telah dialokasikan.
- Mekanisme Pemanfaatan: Diperlukan adanya pasal dalam undang-undang yang mengatur pemanfaatan kuota dari negara sahabat agar bisa terealisasi.
- Revisi Undang-Undang: UU tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah perlu diperbarui agar lebih responsif terhadap kebutuhan jemaah di tanah air.
- Peningkatan Status BP Haji: Marwan mengusulkan BP Haji menjadi Kementerian Haji untuk menangani masalah dengan lebih efektif.
Dengan berbagai langkah dan insiatif tersebut, DPR berharap dapat mengatasi masalah antrean panjang jemaah haji, memberikan alternatif bagi calon jemaah, serta memperkuat kelembagaan terkait pelaksanaan haji dan umrah di Indonesia.