
Dua hakim, Erintuah Damanik dan Mangapul, yang terlibat dalam kasus suap terkait vonis bebas Ronald Tannur mengajukan status sebagai justice collaborator (JC). Pengajuan ini menciptakan sorotan dalam dunia hukum, mengingat keduanya ingin memperbaiki tindakan yang mereka lakukan dan mengekspresikan penyesalan atas perbuatan tersebut. Kuasa hukum mereka, Philipus Sitepu, menyatakan bahwa tindakan itu merupakan langkah untuk mengakui kesalahan dan membantu pengungkapan praktik ilegal yang terjadi di pengadilan.
Philipus menjelaskan bahwa Erintuah dan Mangapul memiliki kemampuan untuk memberikan keterangan yang dapat menguatkan kasus ini. “Klien kami sudah menyesal dan ingin memperbaiki diri. Kami juga mengajukan JC karena klien kami dapat memberikan fakta yang mungkin belum terungkap dalam persidangan,” ungkapnya. Selama persidangan, dia menegaskan bahwa keterangan yang akan diberikan oleh kliennya akan konsisten dan tidak akan berubah.
Penting untuk dicatat bahwa ketiga hakim yang terlibat dalam kasus ini, termasuk Erintuah, Mangapul, dan hakim nonaktif Heru Hanindyo, didakwa menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu (setara Rp 3,6 miliar) terkait vonis bebas Ronald Tannur, yang sebelumnya telah divonis 5 tahun penjara atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Suap diberikan oleh pihak yang ingin membantu Ronald Tannur bebas dari jeratan hukum, yang berawal dari usaha ibunya, Meirizka Widjaja.
Berikut adalah beberapa poin penting terkait pengajuan status JC oleh kedua hakim tersebut:
Penyesalan dan Keinginan untuk Berubah: Kleintaung Erintuah dan Mangapul mengaku menyesal atas tindakan mereka dan ingin memberikan keterangan yang bisa membantu proses hukum yang benar.
Bukti dari Keterangan Hakim: Philipus Sitepu menyatakan bahwa keterangan yang diberikan oleh kliennya diharapkan dapat mengungkap fakta lebih dalam terkait dugaan suap ini.
Kerjasama dengan Penegak Hukum: David berpendapat bahwa keinginan untuk menjadi JC menunjukkan itikad baik dari para hakim untuk meluruskan kesalahan dan berkontribusi dalam penyelesaian perkara.
- Total Uang yang Dikembalikan: Dalam persidangan, terungkap bahwa total uang yang telah dikembalikan oleh Erintuah dan Mangapul mencapai SGD 115 ribu, yang menunjukkan bahwa mereka rasa tanggung jawab atas tindakan mereka.
Sementara itu, pengacara Heru Hanindyo menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan kedua hakim tersebut untuk mengajukan status JC. Menurutnya, kliennya tidak terlibat dalam kasus ini dan merasa kaget dengan pengajuan itu. “Kami tidak bisa mengajukan klien kami sebagai JC karena dia tidak pernah terlibat dalam kasus ini,” kata Farih Romdoni, kuasa hukum Heru.
Kasus ini semakin rumit dengan berbagai pernyataan yang saling bertentangan. Masyarakat pun menantikan hasil persidangan selanjutnya, terutama dengan pengakuan Erintuah dan Mangapul yang dapat memberikan perspektif baru dalam penanganan kasus ini. Selain itu, kehadiran saksi-saksi dalam persidangan juga menjadi kunci untuk mengungkap kebenaran.
Kasus ini mencerminkan betapa pentingnya integritas dalam sistem peradilan. Masyarakat berharap bahwa tindakan para hakim tersebut dapat dijadikan pembelajaran untuk menjaga kepercayaan publik dalam institusi hukum di Indonesia. Para hakim yang terlibat diharapkan tidak hanya dapat mempertanggungjawabkan tindakan mereka, tetapi juga memberikan fakta-fakta yang dapat membantu penegakan hukum yang lebih transparan dan akuntabel.
Dengan keinginan untuk menjadi justice collaborator, diharapkan diharapkan kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang di dunia hukum dapat semakin terungkap dan ditindak tegas sesuai dengan peraturan yang ada.