Indonesia

Duduk Perkara Oknum Perwira Polisi Peras Bos Prodia Rp 20 M

Seorang oknum perwira menengah polisi berpangkat AKBP menyeret namanya ke dalam kasus pemerasan yang terungkap baru-baru ini, dengan dugaan memeras bos jaringan klinik laboratorium Prodia sebanyak Rp 20 miliar. Kasus ini berakar dari keterlibatan anak bos Prodia, yang menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan dua remaja di Jakarta Selatan. Pemerasan yang dilakukan oleh oknum polisi ini menimbulkan sorotan keras dari masyarakat dan aktivis hak asasi manusia.

Dari laporan yang diperoleh, polisi tersebut sebelumnya menjabat sebagai Kasatreskrim di Polres Metro Jakarta Selatan sebelum dimutasi ke Polda Metro Jaya. Kasus ini diawali dengan penanganan pembunuhan remaja berinisial N (16) dan X (17), yang ditemukan tewas dengan dugaan penyetubuhan dan pengaruh narkoba. Laporan terkait kasus ini telah teregistrasi dengan nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel pada bulan April 2024.

Dari informasi yang didapat, oknum perwira tersebut meminta uang sebesar Rp 20 miliar kepada bos Prodia dengan janji untuk menghentikan penyidikan terkait kasus tersebut. Tindakan ini tidak hanya merupakan pelanggaran etika, tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan yang lebar terhadap institusi kepolisian. Selain itu, adanya dugaan intimidasi terhadap keluarga korban untuk mencabut laporan, dan penawaran uang kompensasi juga mencoreng citra Polri di mata publik.

Pemerasan ini menjadi semakin kompleks ketika orang tua dari kedua remaja yang dibunuh mulai melayangkan protes terhadap oknum perwira tersebut. Dalam sebuah klarifikasi yang dibuat Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto, mereka mengutarakan bahwa penyidikan masih berlanjut meskipun mereka sudah menyerahkan uang senilai Rp 20 miliar sesuai permintaan oknum tersebut. Kerugian yang mereka alami bukan hanya dari segi finansial, tetapi juga mencakup penyitaan aset-aset bernilai tinggi, seperti mobil Ferrari dan motor Harley Davidson yang kini berada di tangan pihak kepolisian.

Aktivis perlindungan anak pun angkat bicara, menyatakan bahwa tindakan pemerasan ini bukan hanya masalah hukum, melainkan juga menyangkut kepercayaan publik terhadap kepolisian. “Ini adalah permasalahan serius yang mempengaruhi citra Polri secara keseluruhan,” ungkap salah satu aktivis yang meminta tidak disebutkan namanya. Perbuatan ini tentu memicu tanggung jawab moral yang besar bagi pihak kepolisian untuk menjaga integritas dan citranya di mata masyarakat.

Peristiwa ini pun diiringi dengan protes dari publik yang semakin meningkat, meminta transparansi dalam penanganan kasus ini. Terlebih, tuduhan pemerasan yang melibatkan seorang perwira polisi berpangkat tinggi menambah keraguan masyarakat terhadap proses penegakan hukum yang seharusnya menjadi pelindung mereka. Banyak yang mengkhawatirkan bahwa tindakan ini dapat membahayakan keamanan dan keadilan di masyarakat.

Bersamaan dengan itu, pada 6 Januari 2025, warga telah menggugat oknum perwira tersebut secara perdata, meminta pengembalian uang Rp 20 miliar yang telah diduga dirampas tanpa hak. Langkah ini diharapkan dapat membuka jalan bagi penegakan hukum yang adil, serta mempertanggungjawabkan tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum.

Hingga saat ini, belum ada klarifikasi resmi dari pihak kepolisian mengenai dugaan pemerasan ini. Masyarakat mengharapkan agar pihak Polri segera mengambil tindakan tegas untuk menyelesaikan masalah ini dan memulihkan kepercayaan publik yang terlanjur hilang. Penanganan yang cepat dan adil diharapkan mampu membawa kejelasan dalam kasus yang mencoreng institusi kepolisian ini, serta memberikan jaminan bahwa hukum dapat ditegakkan tanpa pemerasan atau intimidasi.

Siti Aisyah adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button