
Seorang perempuan asal Vietnam mengalami sebuah pengalaman yang memilukan ketika melahirkan di dalam ambulans setelah ditolak oleh 13 rumah sakit di Korea Selatan (Korsel) pada Minggu, 16 Maret 2025. Kejadian tersebut dimulai ketika perempuan yang identitasnya tidak disebutkan itu pingsan di Bandara Internasional Incheon dan harus segera dilarikan untuk mendapatkan penanganan medis.
Menurut laporan dari Korea Times, peristiwa tersebut berlangsung pada pukul 12.20 waktu setempat. Ketika petugas medis membawa wanita ini ke Rumah Sakit Universitas Inha di Incheon, pihak rumah sakit menolak untuk menerima pasien itu dengan alasan kekurangan dokter kandungan. Penolakan ini menjadi awal dari rangkaian peristiwa yang disesalkan, di mana perempuan tersebut kemudian dibawa menuju 12 rumah sakit lainnya, namun semuanya menolak untuk memberikan perawatan.
Kendala utama dalam situasi ini tampaknya adalah masalah bahasa. Petugas darurat yang mencoba menghubungi rumah sakit di Seoul dan Provinsi Gyeonggi mengalami kesulitan dalam menyampaikan informasi yang diperlukan mengenai kondisi dan usia kehamilan perempuan tersebut. Salah satu perawat yang berada di lokasi menceritakan bagaimana kesulitan komunikasi ini memperburuk keadaan, sehingga tidak ada rumah sakit yang mau menerima pasien tersebut.
Setelah berjam-jam berusaha, kondisi perempuan semakin memburuk. Sambil menunggu di ambulans di luar Rumah Sakit Universitas Inha, ia merasakan sakit hebat dan akhirnya ketubannya pecah. Dalam situasi yang semakin darurat, petugas paramedis yang berada di dalam ambulans melakukan prosedur darurat dan berhasil membantu perempuan tersebut melahirkan seorang bayi laki-laki pada pukul 14.33, dua jam dan 13 menit setelah mereka pertama kali menerima panggilan darurat.
Pejabat dari Dinas Pemadam Kebakaran Incheon menyatakan bahwa ibu dan bayinya dalam keadaan sehat, dan setelah proses kelahiran yang mendebarkan ini, mereka akhirnya diterima di Rumah Sakit Universitas Inha untuk perawatan lebih lanjut. Namun, hingga kini, belum ada informasi lebih lanjut mengenai apakah perempuan tersebut berencana untuk tetap tinggal di Korsel atau kembali ke Vietnam.
Insiden ini terjadi di tengah krisis perawatan kesehatan yang lebih besar di Korsel. Sejak Februari 2024, ribuan dokter muda di negara tersebut melakukan aksi mogok untuk memprotes rencana pemerintah yang berupaya meningkatkan jumlah penerimaan mahasiswa di fakultas kedokteran. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengatasi kekurangan dokter di bidang-bidang yang sangat dibutuhkan, seperti spesialis anak, kebidanan, kedokteran darurat, dan bedah toraks. Tindakan mogok ini telah menyebabkan gangguan signifikan pada layanan rumah sakit di seluruh negara, termasuk penolakan di ruang gawat darurat, yang langsung berpengaruh pada pasien yang membutuhkan perawatan segera.
Peristiwa ini menggambarkan tantangan yang dihadapi oleh sistem kesehatan di Korsel, khususnya dalam hal penanganan kasus darurat. Kasus ini tidak hanya menjadi sorotan bagi masyarakat luas, tetapi juga memicu diskusi tentang keadaan medis saat ini dan pentingnya akses terhadap layanan kesehatan yang cepat dan memadai bagi semua orang, tanpa memandang latar belakang mereka.
Ke depan, insiden ini diharapkan dapat mendorong evaluasi terhadap sistem pelayanan kesehatan di Korsel, agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan, dan agar setiap pasien mendapatkan hak yang sama untuk memperoleh perawatan medis yang tepat.