
Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu, telah mengklaim sebagai korban penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Pernyataan tersebut disampaikan usai Imamoglu ditangkap pada Rabu, 19 Maret 2025, dalam sebuah operasi yang mengejutkan banyak pihak, terutama menjelang pemilihan presiden 2028. Kejadian ini memicu protes massal di seluruh Turki, di mana ribuan masyarakat turun ke jalan mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap penahanan yang dianggap mencolok.
Imamoglu, yang juga merupakan saingan politik utama Erdogan, mengajukan permohonan kepada pihak pengadilan agar dapat mengambil tindakan tegas terhadap segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi di lingkungan peradilan. “Anda tidak bisa dan tidak boleh tetap diam,” serunya melalui pernyataan pengacaranya. Di balik tiruan penahanan ini, Imamoglu sebenarnya menjadi sosok kunci yang bisa mengganggu dominasi Erdogan yang sudah berlangsung lama di kancah politik Turki.
Penangkapan Imamoglu dilaporkan terhubung dengan penyelidikan kasus korupsi dan dugaan keterlibatan dalam terorisme. Dugaan ini pun makin memperkeruh situasi, karena selama ini, Imamoglu dikenal luas sebagai pemimpin yang berkomitmen untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Kabar penangkapan ini langsung mengundang reaksi keras dari kalangan pendukungnya, yang menganggap langkah ini sebagai upaya pemerintah untuk meredam lawan politik menjelang pemilihan yang akan datang.
Pagi setelah penangkapannya, para demonstran berkumpul dengan membawa berbagai plakat yang menggambarkan pesan-pesan kebangkitan hukum dan penolakan terhadap penyalahan kekuasaan. “Bersama melawan pelanggaran hukum,” menjadi slogan yang kali ini teriakkan oleh sebagian besar pengunjuk rasa. Meskipun adanya larangan protes yang berlaku selama empat hari ke depan, aksi demonstrasi terus berlanjut, menunjukkan betapa dalamnya ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah saat ini.
Dalam aksi demonstrasi tersebut, banyak yang menyuarakan harapan agar keadilan dapat ditegakkan dan meminta perhatian lebih terhadap apa yang mereka anggap sebagai intimidasi politik. Gerakan protes ini tidak hanya diikuti oleh pendukung Imamoglu, tetapi juga oleh berbagai lapisan masyarakat yang menginginkan perubahan di pemerintahan. Kehadiran berbagai elemen masyarakat dalam demonstrasi menegaskan bahwa isu yang dihadapi bukan hanya sekedar masalah politik seorang individu, melainkan sebuah tantangan bagi sistem demokrasi Turki itu sendiri.
Sejak awal kepemimpinannya, Imamoglu telah menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap isu-isu masyarakat, serta penekanan pada proses demokratis yang adil. Penangkapannya pun diharapkan tidak hanya menggoncang dunia politik Turki, tetapi juga membawa kembali fokus pada pentingnya asas keadilan dan pemerintahan yang bersih. Komentarnya mengenai hakim dan jaksa yang diharapkan untuk tidak diam dalam menghadapi kasus tersebut, menciptakan harapan akan adanya penegakan hukum yang lebih independen dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik.
Sementara itu, berbagai analis politik menyatakan bahwa situasi ini bisa menjadi titik balik penting dalam perjalanan politik Turki. Bagaimana respons dari masyarakat dan pemerintah akan menjadi penentu arah politik ke depan, dan apakah Imamoglu akan mampu mengubah situasi ini untuk menguntungkan rakyat Istanbul – dan Turki secara keseluruhan – masih menjadi pertanyaan yang menarik untuk dicermati. Dalam waktu dekat, kita akan melihat apakah langkah-langkah selanjutnya dari pemerintah akan membawa dampak terhadap situasi politik yang tengah memanas ini.