Indonesia

Eks Direktur PPSJ Didakwa Rugikan Negara Rp224 Miliar, Begini Ceritanya!

Mantan Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ), Indra Sukmono Arharrys, bersama dengan tiga tersangka lainnya, didakwa atas dugaan korupsi yang mengakibatkan kerugian bagi keuangan negara sebesar Rp224 miliar. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai tindakan mereka berkaitan dengan pengadaan lahan di kawasan Rorotan, Jakarta Utara, pada tahun 2020.

Empat tersangka yang dihadirkan dalam sidang adalah Indra Sukmono Arharrys, Yoory C. Pinontoan (Direktur Utama Perumda), Donald Sihombing (Direktur PT Totalindo Eka Persada), dan Saut Irianto Rajaguguk serta Eko Wardoyo (Keduanya merupakan direksi di PT TEP). Keempatnya didakwa melanggar berbagai pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Jaksa KPK dalam surat dakwaannya mengungkapkan, “Perbuatan terdakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi atau setidak-tidaknya merugikan keuangan negara sebesar Rp224.696.340.127 (224 miliar), sebagaimana laporan hasil penghitungan kerugian negara atas dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah di Rorotan.”

Kasus ini berakar dari hubungan antara PT Nusa Kirana Real Estate (PT NKRE) yang memiliki utang Rp65 miliar kepada PT TEP. Pada Januari 2019, untuk menyelesaikan utang tersebut, PT NKRE menawar aset land bank yang dimilikinya dan menawarkan lahan seluas 7,82 hektare di Rorotan. Meski demikian, hasil perundingan itu tidak memuaskan pihak TEP, yang kemudian meminta tanah yang lebih luas, yakni sekitar 10,3 hektare, sebagai bagian dari pembayaran utangnya.

Di sisi lain, Yoory, Direktur Utama PPSJ, mendapat instruksi dari Sekretaris Daerah DKI Jakarta untuk membeli lahan di Rorotan. Selanjutnya, dalam sebuah percakapan telepon, Yoory memberi tahu bahwa PPSJ telah menerima penawaran dari PT NKRE, meskipun pada saat itu belum ada penawaran resmi yang diterima. Pada Februari 2019, Yoory kemudian bertemu dengan Donald Sihombing dan Saut untuk mendiskusikan penawaran lahan tersebut.

Proses negosiasi menjadi semakin rumit ketika pada Maret 2019, Yoory dan Donald menandatangani berita acara negosiasi harga tanpa melalui mekanisme kajian internal yang seharusnya dilakukan. Pada 6 Maret 2019, mereka juga menandatangani perjanjian pendahuluan mengenai kerja sama operasi dengan harga tanah yang telah disepakati.

Total pembayaran yang dikeluarkan oleh PPSJ untuk pembelian tanah tersebut mencapai Rp370 miliar, termasuk uang muka sebesar Rp30 miliar dan pembayaran lanjutan hingga Rp201 miliar. Namun, perjanjian tersebut batal secara hukum karena tidak disetujui oleh Dewan Pengawas PPSJ.

Penting untuk dicatat bahwa lahan yang dibeli oleh PPSJ saat itu dinilai berawa, dan oleh karena itu membutuhkan biaya pematangan lahan yang cukup besar. Selain itu, lahan tersebut tidak memenuhi kriteria teknis untuk pengembangan Rumah Susun Sederhana (Rusuna). Terdapat juga dugaan bahwa Yoory telah meminta pegawai PPSJ untuk menyusun laporan penilai yang tertera dengan tanggal mundur, dengan tujuan agar pembelian tanah dapat dicocokkan dengan ketentuan yang berlaku.

Jaksa KPK juga menyampaikan bahwa terdapat penerimaan yang tidak sah dari pihak PT TEP, di mana Yoory diduga menerima sejumlah fasilitas dan uang dalam bentuk mata uang asing, senilai Rp3 miliar. Hal ini menunjukkan adanya lobi dan kolusi yang mendalam dalam transaksi tanah yang dilakukan. Sementara itu, Donald Sihombing diperkirakan telah meraih keuntungan hingga Rp221 miliar dari transaksi tersebut.

Keseriusan kasus ini mencerminkan tantangan besar dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, terutama dalam pengelolaan aset dan transaksi publik. Sidang yang tengah berlangsung diharapkan dapat memberikan kejelasan dan keadilan untuk mencegah praktik serupa di masa depan.

Siti Aisyah adalah seorang penulis di situs Media Massa Podme. Podme.id adalah portal berita informasi dan aplikasi podcast gaya hidup dan hiburan terdepan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button