
Dalam sebuah wawancara yang menarik di Fox News, Elon Musk mengungkapkan pandangan dan reaksi teman-temannya ketika nama Donald Trump disinggung. Dalam percakapan bersama pembawa acara Sean Hannity, Musk secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap mantan presiden AS tersebut. “Saya mencintai presiden, saya hanya ingin memperjelas itu. Saya pikir Presiden Trump adalah orang baik,” ungkap Musk, menegaskan bahwa hubungannya dengan Trump cukup erat.
Kedekatan antara Musk dan Trump menjadi sorotan karena keduanya semakin sering berkolaborasi dalam proyek-proyek yang berkaitan dengan pemerintahan. Sikap Musk yang mendukung Trump membuatnya menjadi figur publik yang kontroversial. Dia juga mengeluhkan cara media yang dianggapnya selalu menyerang Trump secara tidak adil. Musk merasa bahwa dukungannya terhadap Trump telah mengubah pandangan publik terhadap dirinya. “Dulu saya dipuja oleh kalangan kiri, tetapi sekarang tidak lagi,” keluhnya.
Dalam wawancara tersebut, Musk menceritakan pengalaman unik yang dia alami saat berkumpul dengan teman-temannya. Dia menjelaskan bagaimana situasi di sekitar meja makan mendadak menjadi tegang saat nama Trump disebut. “Saat saya menyebut nama presiden, tiba-tiba suasana berubah drastis. Seperti mereka terkena suntikan adrenalin dan langsung bereaksi seperti zombie,” ceritanya dengan penuh guyonan, sambil menggambarkan gerakan tangan seperti zombie, yang membuat Hannity dan tamu lainnya tertawa.
Fenomena yang disebut Musk sebagai “Trump Derangement Syndrome” menunjukkan seberapa besar pengaruh nama Trump dalam masyarakat. Musk menyamakan reaksi tersebut dengan kondisi tertentu di mana orang menjadi tidak rasional saat mendengar nama mantan presiden itu. Reaksi teman-teman Musk mencerminkan betapa polaritas politik di AS kerap membawa dampak emosional yang mendalam pada individu, terutama di kalangan elit teknologi dan bisnis.
Di tengah kedekatan dan kerjasama Musk dengan eksekutif administrasi Trump, muncul pula kekhawatiran mengenai besarnya pengaruhnya dalam pemerintahan. Salah satu isu yang menarik perhatian adalah perannya dalam Department of Government Efficiency (DOGE), sebuah lembaga baru yang dibentuk untuk meningkatkan efisiensi birokrasi pemerintahan. Beberapa kebijakan yang diusulkan oleh DOGE, seperti pemangkasan anggaran dan pengurangan pegawai federal, menerima kritik tajam dari berbagai pihak.
Tindakan pemangkasan yang dianggap keras ini membuat Musk menjadi sasaran kritik, di mana oposisi menyebutnya melanggar hukum. Namun, Gedung Putih berusaha untuk meredakan kekhawatiran tersebut. Dalam dokumen pengadilan, Joshua Fisher, Direktur Kantor Administrasi Gedung Putih, menegaskan bahwa Musk bukanlah pemimpin DOGE. “Elon Musk bukan pegawai DOGE dan tidak memiliki kewenangan langsung untuk mengambil keputusan dalam pemerintahan,” tegas Fisher. Hal ini dirasa penting untuk menunjukkan bahwa, meskipun Musk berpengaruh, perannya tidak sesuai dengan dugaan banyak orang.
Kontroversi atas keterlibatan Musk tidak berhenti di sini. Ia aktif mempromosikan usaha DOGE di berbagai platform media sosial, dan meskipun tidak diakui sebagai pemimpin lembaga tersebut, banyak yang beranggapan bahwa dia memiliki pengaruh yang tidak proporsional. Hal ini mengundang keraguan, terutama ketika pemerintah Trump bersiap menghadapi potensi pemecatan besar-besaran pegawai federal, yang dapat meningkatkan ketegangan di Washington.
Sementara itu, hubungan Musk dan Trump terus menjadi perhatian publik. Keberanian Musk untuk mendukung Trump dalam suasana politik yang sensitif ini menunjukkan betapa dinamisnya situasi politik di AS. Hal ini juga menjadi bagian dari narasi yang lebih besar mengenai bagaimana figur-figur publik dapat memengaruhi dan dipengaruhi oleh iklim politik saat ini. Ke depannya, bagaimana reaksi masyarakat akan berkaitan dengan hubungan Musk dan Trump serta dampak dari kebijakan-kebijakan mereka akan terus menjadi topik hangat dalam diskusi publik.