
Pemimpin Tesla, Elon Musk, baru-baru ini menyoroti ketidaksetujuan terhadap kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Meskipun Musk selama ini dikenal sebagai sekutu dekat Trump, pandangannya mengenai tarif ini menunjukkan ketegangan dalam hubungan tersebut, terutama terkait dampak kebijakan ekonomi yang dapat mempengaruhi industri otomotif dan teknologi.
Melalui serangkaian unggahan di platform sosial media X, Musk menyatakan dukungannya terhadap praktik perdagangan bebas. Dia mengungkapkan keinginannya untuk menciptakan zona perdagangan bebas dengan tarif nol antara Amerika Serikat dan Uni Eropa. “Saya ingin melihat zona perdagangan bebas dengan tarif nol antara Amerika dan Eropa,” tulis Musk dalam salah satu postingannya, yang dilansir dari Business Insider pada 8 April 2025. Seruan Musk ini menekankan pentingnya kolaborasi global dalam perdagangan, terutama di sektor yang menjadi perhatian utama bagi investor dan konsumen.
Musk juga terlibat dalam perdebatan sengit dengan Perwakilan Perdagangan AS, Ted Navarro. Dalam dialog tersebut, Musk tidak ragu untuk mengkritik saran kebijakan yang diberikan oleh Navarro, yang merupakan ekonom dari Universitas Harvard. “Gelar Doktor Ekonomi dari Harvard adalah hal yang buruk, bukan hal yang baik,” sindir Musk, menunjukkan ketidakpuasannya terhadap pendekatan yang diambil oleh beberapa ekonom dalam merumuskan kebijakan tarif.
Kebijakan tarif yang diumumkan oleh Trump pada 2 April 2025 mencakup lebih dari 180 negara, dan langkah tersebut langsung berdampak pada pasar. Wall Street mengalami penurunan tajam selama tiga hari berturut-turut, menciptakan kekhawatiran akan resesi yang mungkin melanda ekonomi AS. Saham Tesla juga tidak luput dari dampak negatif, mengalami penurunan signifikan yang berujung pada berkurangnya kekayaan bersih Musk lebih dari USD 31 miliar atau sekitar Rp 522 triliun.
Musk, yang dikenal dengan pandangan progresif dalam hal inovasi teknologi, berpendapat bahwa perlindungan industri dengan tarif justru dapat menghambat pertumbuhan. Sikapnya menunjukkan bahwa dia lebih memilih lingkungan perdagangan yang kompetitif dan terbuka, di mana produk dapat diakses tanpa batasan yang menghalangi kemajuan ekonomi. Musabab ini adalah alasan mengapa Musk terlibat aktif dalam mempromosikan kebijakan perdagangan yang lebih liberal.
Selain dampak langsung terhadap pasar saham dan kekayaan pribadinya, kebijakan tarif ini juga dapat memengaruhi jalannya bisnis Tesla, yang kini semakin bertumbuh pesat di pasar Eropa. Kenaikan tarif pada barang impor dapat membuat harga kendaraan listrik dan komponen lainnya meningkat, yang pada gilirannya dapat merugikan konsumen dan meredam minat beli. Musk, dengan misi untuk mempercepat transisi dunia ke energi berkelanjutan, menyadari bahwa kondisi perdagangan yang baik akan sangat berpengaruh pada pencapaian tersebut.
Di tengah suasana ketidakpastian ini, Musk jelas menyampaikan pesan bahwa lingkungan perdagangan yang terbuka adalah kunci untuk mendorong inovasi. Dengan bisikan lembut maupun kritik keras, Musk ingin menarik perhatian pemangku kebijakan di Washington untuk mempertimbangkan kembali pendekatan mereka dalam hal tarif dan perdagangan internasional. Sebagai sosok terpenting dalam dunia teknologi, pernyataan dan tindakan Musk akan terus menjadi sorotan, baik di pasar saham maupun dalam pengambilan keputusan kebijakan ekonomi di level tertinggi.
Dengan serangkaian perkembangan ini, kebijakan tarif yang diterapkan oleh Trump mungkin akan memicu diskusi yang lebih luas di kalangan pelaku industri serta pemangku kepentingan di umumnya tentang bagaimana menciptakan iklim perdagangan yang menguntungkan, tidak hanya bagi perusahaan-perusahaan besar, tetapi juga bagi konsumen dan perekonomian global secara keseluruhan.