
Mobil Tesla di Amerika Serikat baru-baru ini menjadi sasaran serangkaian tindakan vandalisme, termasuk pelemparan bom molotov. Peristiwa ini terjadi di tengah kontroversi terkait Elon Musk, yang saat ini menjabat sebagai pemimpin Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) di pemerintahan AS, serta pemutusan hubungan kerja (PHK) masal Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam beberapa minggu terakhir, terjadi setidaknya sepuluh insiden vandalisme terhadap mobil Tesla, dealer, dan stasiun pengisian daya di beberapa lokasi. Pada 29 Januari, seorang perempuan bernama Lucy Grace Nelson, berusia 40 tahun, ditangkap setelah melemparkan bom molotov ke Cybertruck yang diparkir di dealer di Loveland, Colorado. Nelson dilaporkan telah berulang kali mengunjungi dealer tersebut untuk melakukan perusakan, termasuk melemparkan bom molotov dan mencoret-coret dinding dengan tulisan “mobil nazi”.
Tidak jauh dari lokasi tersebut, lebih dari enam stasiun pengisian daya Tesla juga mengalami kebakaran yang disengaja di dekat Boston. Di Pantai Barat, tepatnya di Tigard, Oregon, terjadi penembakan di dealer Tesla yang mengakibatkan beberapa mobil mengalami kerusakan. Meskipun tidak ada korban luka yang dilaporkan, situasi ini menarik perhatian publik dan memicu kecaman dari banyak pihak.
Elon Musk, melalui platform X (sebelumnya Twitter), memberikan komentar mengenai insiden ini. Ia menegaskan bahwa merusak properti orang lain adalah bentuk vandalisme yang tidak dapat dibenarkan sebagai bentuk kebebasan berbicara. “Merusak properti orang lain, alias vandalisme, bukanlah kebebasan berbicara!” tulis Musk di akun resminya.
Sementara itu, Kepala Polisi Loveland, Tim Doran, menjelaskan bahwa sebelum insiden itu, pihak kepolisian tidak memiliki indikasi bahwa vandalisme di dealer Colorado berkaitan dengan aksi yang serupa di tempat lain. Ia menekankan bahwa melakukan tindakan yang membahayakan orang lain bukanlah cara yang tepat untuk menyampaikan pendapat. Pada Jumat (7/3), dealer yang sama di Colorado kembali dibakar, meskipun polisi meyakini kasus ini tidak terkait langsung dengan Lucy namun mungkin terinspirasi oleh tindakannya.
Dalam konteks yang lebih luas, pengangkatan Elon Musk ke posisi DOGE memiliki implikasi besar di tengah PHK massal ASN yang terjadi di pemerintahan federal. Beberapa laporan mengungkapkan bahwa pemutusan hubungan kerja ini dilakukan dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, menimbulkan kekhawatiran di kalangan pegawai negeri dan masyarakat luas. Banyak konstituen dari Partai Republik mengungkapkan penolakan terhadap kebijakan efisiensi yang diterapkan dalam program-program pemerintah tersebut.
Dalam oposisi terhadap PHK ini, sejumlah pengunjuk rasa juga melakukan demonstrasi di ruang pamer Tesla di New York City, yang berujung pada penangkapan sembilan orang karena mengganggu ketertiban umum. Situasi ini mencerminkan ketidakpuasan yang semakin meluas terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan pekerja.
Musk, sebagai individu terkaya di dunia, tidak hanya memimpin Tesla tetapi juga perusahaan-perusahaan besar lainnya seperti SpaceX, Neuralink, dan xAI. Hal ini menimbulkan keraguan tentang potensi konflik kepentingan dalam posisinya di DOGE, mengingat dampak keputusan yang diambil dapat mempengaruhi berbagai industri yang dikelolanya.
Kejadian-kejadian terbaru ini menyoroti tantangan yang dihadapi oleh perusahaan seperti Tesla, serta kontras yang mencolok antara kebijakan pemerintahan dan reaksi masyarakat. Dalam konteks ini, tindakan vandalisme yang terus terjadi tidak hanya menjadikan Tesla sebagai target, tetapi juga menjadi refleksi dari ketegangan sosial yang lebih luas dan respons terhadap kebijakan yang dibuat oleh Elon Musk dan pemerintah saat ini.